JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito didakwa memberi suap kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus ekspor benih lobster.
Dakwaan itu dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/2/2021).
“Yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103.000 dan Rp 706.055.440, atau setidak-tidaknya sekitar jumlah-jumlah tersebut, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,” demikian bunyi dakwaan jaksa KPK.
Baca juga: MAKI Laporkan Dugaan Penelantaran Izin Penggeledahan pada Kasus Edhy Prabowo dan Juliari Batubara
Adapun suap itu diberikan melalui Safri dan Andreau Misanta Pribadi selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy, dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo.
Menurut jaksa, suap diberikan kepada Edhy dalam rangka mempercepat proses izin budidaya dan ekspor benih lobster.
“Dengan maksud supaya Edhy Prabowo melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses rekomendasi persetujuan pemberian izin budidaya sebagai salah satu syarat pemberian izin ekspor Benih Bening Lobster (BBL) kepada PT DPPP,” ujar jaksa.
Pemberian “uang komitmen” tersebut dilakukan secara bertahap. Pemberian pertama bertempat di kantor Kementerian KP, pada 16 Juni 2020, Suharjito menyerahkan uang 77.000 dollar Amerika Serikat kepada Safri.
Safri kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Amiril untuk diberikan kepada Edhy.
Baca juga: KPK Salah Cantumkan Identitas Saksi di Kasus Edhy Prabowo: Bukan Direktur, tapi Notaris
Penyerahan uang kedua terjadi di ruang kerja Safri di kantor Kementerian KP, di mana Suharjito memberikan uang sebesar 26.000 dollar AS.
Sementara, uang Rp 706 juta itu diterima Edhy melalui perusahaan jasa pengiriman kargo untuk ekspor benih lobster yang telah diatur.
Suharjito kemudian didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.