Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Isu Reshuffle dan Ancaman Gagalnya Revisi UU Pemilu

Kompas.com - 10/02/2021, 11:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RENCANA revisi Undang-undang Pemilu menuai kontroversi, khususnya terkait normalisasi pilkada serentak yang akan digelar pada 2022 atau 2023. Pemerintah dan partai politik (parpol) koalisi pendukung Jokowi menentang rencana tersebut. Sementara, parpol - parpol nonkoalisi ingin revisi tetap dilakukan.

Saat ini, draf revisi UU Pemilu sudah bergulir di DPR RI. Draf ini rencananya akan menyatukan dua rezim aturan pemilu, yaitu UU Pemilu (Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017) dengan UU Pilkada (Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016).

Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemilihan kepala daerah akan digelar serentak dengan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tahun 2024.

Namun, sejumlah parpol mengusulkan perubahan lewat revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam draf revisi UU Pemilu, pilkada akan tetap digelar pada 2022 dan 2023 mengikuti siklus lima tahunan setelah Pilkada 2017 dan 2018.

Pemerintah menolak

Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara tegas menolak rencana revisi UU Pemilu yang memasukkan klausul normalisasi Pilkada Serentak. Presiden berdalih, saat ini pemerintah sedang sibuk menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah ingin lebih fokus mengurus pandemi dan pemulihan ekonomi.

Jokowi dikabarkan melakukan beragam cara guna mendapat sokongan, mulai dari mengumpulkan para relawan hingga mengundang para pimpinan parpol. Jokowi kabarnya mengundang sejumlah ketua umum parpol untuk dilobi agar menolak revisi UU Pemilu dan normalisasi Pilkada.

Tak hanya melobi partai anggota koalisi, Jokowi juga dikabarkan melobi partai nonkoalisi. Dari informasi yang beredar, Jokowi dikabarkan mengundang Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan ke Istana. Setelah undangan itu Zulkifli Hasan secara terbuka menolak rencana revisi UU Pemilu dan normalisasi Pilkada serentak.

Partai Golkar dan Nasdem pun berubah haluan. Dua parpol anggota koalisi yang sebelumnya gencar mendorong revisi ini tiba-tiba berbalik arah.

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menginstruksikan agar Fraksi Partai Nasdem di DPR tidak melanjutkan revisi UU Pemilu, termasuk mendukung pelaksanaan Pilkada serentak di 2024.

Alasannya, soliditas parpol anggota koalisi pendukung Jokowi perlu dijaga guna menghadapi pandemi dan memulihkan ekonomi. Partai Golkar juga melempar alasan senada.

Perubahan sikap Partai Nasdem dan Partai Golkar itu memperpanjang daftar partai politik yang menolak perubahan UU Pemilu.

Sebelumnya, PDI-P, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP telah menyatakan sikap menolak revisi UU Pemilu dan setuju agar pilkada dan pemilu dilaksanakan pada 2024. Saat ini hanya Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang masih konsisten mendukung revisi UU Pemilu.

Dari isu reshuffle hingga menjegal capres

Sejumlah kalangan curiga, ada agenda politik di balik penolakan revisi UU Pemilu khususnya terkait normalisasi Pilkada serentak. Upaya memaksakan Pilkada serentak tetap digelar pada 2024 diduga karena ada kepentingan pragmatis atau agenda terselubung, seperti menjegal tokoh-tokoh politik yang berpotensi menjadi capres di Pilpres 2024.

Sementara, perubahan sikap parpol koalisi pendukung Jokowi diduga terkait isu reshuffle atau perombakan kabinet yang beredar.

Sebelumnya, tak ada angin, tak ada hujan, kabar reshuffle Kabinet Indonesia Maju kembali berembus. Kabar ini diembuskan oleh Relawan Jokowi Mania (JoMan). Dari kabar yang beredar, akan ada satu hingga tiga menteri yang akan diganti Jokowi. Politikus PKB Faisol Riza juga ikut meniup isu tersebut.

Kuat dugaan, diembuskannya wacana reshuffle oleh relawan Jokowi karena Presiden ingin menyingkirkan menteri yang partainya tak sejalan dengan pemerintah.

Berubahnya sikap politik Partai Nasdem diduga karena khawatir kadernya dicopot dari Kabinet Indonesia Maju. Karena dari informasi yang beredar, salah satu menteri yang bakal diganti adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang merupakan kader Partai Nasdem.

Mengapa Jokowi dan sejumlah parpol koalisi keukeuh menolak revisi UU Pemilu? Apa benar hal itu dilakukan guna menjegal tokoh-tokoh politik yang berpotensi maju dalam Pilpres 2024? Mengapa Golkar dan Nasdem berubah haluan? Apa benar itu terjadi karena isu reshuffle yang akan dilakukan Jokowi?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (10/2/2021), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com