JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indikator Politik (IPI) Burhanuddin Muhtadi menilai jika Pilkada tetap dilaksanakan pada tahun 2024, maka yang paling dirugikan adalah rakyat dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Burhanuddin, kerugian rakyat dikarenakan penundaan hak pilihnya selama satu hingga dua tahun.
Selain itu, kerugian rakyat selanjutnya adalah dipimpin oleh para pelaksana tugas (Plt) atau penjabat (PJ) yang ditunjuk oleh pemerintah pusat.
"Hak rakyat memilih secara langsung akan ditunda 2 tahun, dan akan dipimpin oleh pemimpin yang tidak legitimate," terang Burhanuddin dalam diskusi daring yang dilaksanakan Indikator, Senin (8/2/2021).
Kerugian berikutnya, lanjut Burhanuddin akan dialami oleh KPU sebagai penyelenggara.
Baca juga: Jika RUU Pemilu Tetap Dibahas, Berkarya Minta Pasal-pasal yang Mengebiri Partai Kecil Dihapus
Burhanuddin meragukan kemampuan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu Nasional dan Pilkada secara bersamaan.
"Dan yang dirugikan setelah rakyat adalah KPU sebagai pelaksana Undang-Undang, kalau desain (pemilu) seperti sekarang. Saya enggak yakin KPU bisa melaksanakan pemilu serentak pilpres, pileg dan pilkada di 500 wilayah di Indonesia," paparnya.
Untuk diketahui, Partai Nasdem dan Partai Golkar berubah sikap dari yang sebelumnya mendukung revisi UU Pemilu, kini meminta agar UU Pemilu tidak perlu direvisi.
Kedua partai tersebut beralasan bahwa sebaiknya Pilkada digelar tetap di tahun 2024, agar pemerintah fokus menangani pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
Adapun salah satu poin perubahan pada revisi UU Pemilu adalah normalisasi jadwal pelaksanaan pilkada dari tahun 2024 menjadi tahun 2022 dan 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.