Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Kalkulasi Demokrasi Ekologi

Kompas.com - 06/02/2021, 09:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARIAN Kompas (5/2/2021) memuat liputan investigasi super serius sampai dibuat headline. Dengan huruf awalan kapital ditulis “Lahan Negara Di Puncak Bebas Diperjualbelikan”.

Intinya, harian Kompas menggugat mudahnya jual beli lahan negara berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Banyak bangunan permanen didirikan pada lahan tersebut. Tutupan lahan makin berkurang. Banjir dan longsor pun terus mengancam.

Menurut Kompas, lahan HGU milik PT Perkebunan Nusantara VIII banyak dikuasai illegal oleh warga setempat hingga sejumlah tokoh masyarakat di Jakarta. Perangkat desa ikut terlibat membantu memperjualbelikan tanah tersebut.

Di bagian lain, Kompas memaparkan, alih fungsi lahan kawasan puncak membuat warga setempat semakin kehilangan akses lahan pertanian. Selain itu, kerugian akibat bencana jauh lebih besar dari penerimaan sektor wisata kawasan Puncak.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, 77 persen hotel di Bogor berada di Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Sebanyak 70 persen pendapatan pajak hotel dan hiburan di Kabupaten Bogor berasal dari kawasan ini dengan total penerimaan Rp 174,5 miliar pada 2018.

Angka ini amat kecil dibanding potensi kerugian akibat bencana alam di Kecamatan Cisarua dan Megamendung sebesar Rp 500 miliar pada tahun yang sama.

Tentu hal gelap di atas, tidak hanya terjadi di kawasan puncak. Di daerah lain, seperti Kalimantan Selatan hal serupa dengan model berbeda terjadi. Terutama akibat pertambangan (Nurul Listiyani, 2017).

Demikian pula di Sulawesi Tenggara, terjadi kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan ke perkebunan dan pertambangan. Menyebabkan banjir besar (Kamarudin, situs Mongabai, 2019). Kasus-kasus serupa terjadi pula di provinsi lainnya.

Bagi penulis, kerusakan lingkungan bukan isu baru. Yang baru adalah cara pandang yang menggugat demikian keras masalah ini, yang diindikasikan salah satunya oleh media nasional terbesar sekelas Kompas di tengah keprihatinan pandemi Covid-19 yang belum usai.

Tentu perlu ada upaya dan perspektif untuk itu. Tulisan ini hendak melacak dari sisi konteks demokrasi ekologi.

Paradigma

Indonesia adalah surga konsep. Miskin komitmen dan implementasi. Penulis terkenang sempat berbincang dengan almarhum kakek penulis, Ir. Rachmat Wiradisuria (mantan Staf Ahli Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup di masa Prof Emil Salim), yang pada 1995 menyampaikan kesedihannya atas tidak jalannya berbagai regulasi yang memproteksi lingkungan hidup di kawasan puncak seperti diantaranya Keputusan Presiden (Keppres) No.48 Tahun 1983 tentang Penanganan Khusus Penataan Ruang dan Penertiban serta Pengendalian Pembangunan Pada Kawasan Pariwisata Puncak.

Beliau mengakui, dilemanya masih pada dua mazhab besar yakni kaum developmentalist dan kaum environmentalist. Kerap demi pemasukan ekonomi, lingkungan hidup diabaikan.

Pelbagai literatur menunjukan, perdebatan soal dua mazhab tadi harusnya sudah selesai saat buku Rachel Carson, Silent Spring (1962), diadopsi oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) baik dalam konferensi Stockholm (1972) maupun Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi Rio de Jeneiro Brazil (1992) yang mengadopsi istilah pembangunan berkelanjutan (sustanaible development).

Menurut Prof Emil Salim di antara syarat pembangunan berkelanjutan yakni pertama, kegiatan pembangunan perlu mempertimbangkan dampak jangka panjang. Kedua, menyadari berlakunya keterkaitan antar pelaku alam, sosial dan sumber daya buatan dalam ekosistem. Ketiga, memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang.

Konsep pembangunan berkelanjutan itu sendiri diadopsi pelbagai regulasi, salah satunya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com