JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menduga, ada sikap abai dari pemerintah dalam menangani kasus Covid-19 jika melihat kebijakan yang dikeluarkan dan ditarik kembali terkait insentif para tenaga kesehatan (Nakes).
"Artinya pemerintah tidak memiliki perencanaan yang holistik dalam penanganan Covid-19. Bahkan pemerintah dinilai tidak serius dan abai terhadap penanganan Covid-19," sebut Wana dihubungi Kompas.com, Jumat (5/2/2021).
Wana juga mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pengawasan terhadap anggaran negara, terutama anggaran penanganan Covid-19.
Baca juga: Satgas: Prinsip Penanggulangan Covid-19 Terapkan 3M dan 3T Secara Ketat
Ia menyebut, besaran dana penanganan virus corona juga rawan dikorupsi.
"Munculnya korupsi (dana) bantuan sosial (bansos) merupakan fenomena gunung es dari buruknya tata kelola keuangan negara. Besarnya anggaran Covid-19 menjadi potensi adanya dugaan korupsi," kata dia.
Adapun berdasarkan data ICW, dalam APBN 2021, anggaran di bidang kesehatan, khususnya penanganan Covid-19 mengalami penurunan drastis jika dibandingkan dengan anggaran di tahun 2020.
Pada tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan khusus Covid-19 sebesar Rp 87,55 triliun. Sementara itu, pada 2021, pemerintah hanya menganggarkan Rp 60,5 triliun.
Diberitakan sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk mengurangi besaran nilai insentif yang direrima tenaga kesehatan pada 2021.
Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor S-65/MK.02/2021 yang diteken pada 1 Februari 2021.
Dalam SK tersebut diketahui rincian besaran nilai insentif bagi dokter spesialis adalah Rp 7,5 juta, doktee peserta Program Pendidikan dan Dokter Spesialis (PPDS) Rp 6,25 juta.
Baca juga: Tak Jadi Ada Potongan, Ini Rincian Insentif Tenaga Kesehatan 2021
Dokter umum dan gigi Rp 5 juta, bidan dan perawat Rp 3,75 juta, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,4 juta dan santunan kematian per orang sebesar Rp 300 juta.
Dibandingkan besaran insentif pada 2020, pengurangan tahun ini mencapai 50 persen.
Kebijakan ini akhirnya tidak jadi diberlakukan setelah diprotes. Adapun protes yang datang salah satunya dari Wakil Ketua Komisi IX Ansory Siregar yang mengatakan pemerintah tidak seharusnya memangkas insentif karena tenaga kesehatan merupakan garda terdepan penanganan Covid-19.
Baca juga: Pimpinan DPR: Disayangkan bila Insentif Nakes Turun
Protes juga datang dari Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Abid Khumadi yang menyebut kebijakan pemotongan insentif kurang tepat dilakukan saat pandemi karena beban tenaga kesehatan semakin berat akibat kasus positif Covid meningkat.
Direktur Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan Askolani akhirnya memastikan bahwa tidak ada pengurangan besaran nilai insentif bagi tenaga kesehatan di tahun 2021.
"Dan kami tegaskan bahwa pada 2021 ini yang baru berjalan dua bulan, insentif untuk tenaga kesehatan diberikan tetap sama dengan tahun 2020," ujar Askolani, dalam konfrensi pers, kamis (4/2/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.