Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti LIPI Usul Pemilu Nasional dan Daerah Digelar Terpisah 2-3 Tahun

Kompas.com - 05/02/2021, 17:34 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiatri menilai, dalam kajian LIPI, Pemilu tingkat nasional dan daerah sebaiknya tidak dilakukan serentak.

Perlu ada jeda waktu dua sampai tiga tahun.

"Karena seharusnya itu dipisah. Pemilu nasional dalam konteks ini Pilpres dan Pileg, itu berjeda dua sampai tiga tahun dengan Pilkada dan juga Pileg daerah DPRD," kata Aisah dalam diskusi daring yang digelar PARA Syndicate bertajuk "Isu Reshuffle, Pilkada, Kudeta Demokrat: Bola Panas Istana", Jumat (5/2/2021).

Aisah melanjutkan, jeda dua sampai tiga tahun itu diperlukan agar publik dapat mengevaluasi kinerja Kepala Daerah maupun anggota legislatif daerahnya.

Baca juga: Soal Revisi UU Pemilu, Pimpinan Komisi II DPR: Kita Tersandera dengan Isu Keserentakan Pilkada

Jika kinerja mereka baik, kata dia, maka publik kemungkinan akan memilih ulang partai politik tersebut dalam pemilu tingkat nasional.

"Tapi ketika dia jelek, maka akan dikoreksi dan kemudian bisa jadi ini celah untuk para konstituennya itu memilih partai lain yang dianggap kinerjanya lebih baik," terangnya.

Oleh karena itu, Aisah menuturkan, LIPI memiliki tujuan agar Pemilu digelar terpisah antara nasional dan daerah dengan membuat jeda dua sampai tiga tahun.

Tujuannya semata-mata agar publik dapat mengevaluasi kinerja para kepala daerah atau anggota legislatif daerah yang mereka pilih.

Baca juga: Netfid Harap DPR Tak Revisi UU Pemilu atas Kesepakatan Politik Fraksi-fraksi

Di sisi lain, Aisah mengusulkan seharusnya tidak ada presidential threshold sebesar 20 persen dalam Pilpres.

Menurutnya, adanya ambang batas mensyaratkan kandidat yang punya kapasitas terpaksa mengumpulkan dukungan partai.

"Padahal kita tahu, partai politik saat ini oportunistik atau pragmatis. Jangka pendek melihatnya," imbuh dia.

Hal tersebut yang menurutnya, telah menyebabkan banyak partai politik akhirnya melakukan transaksi atau politik "dagang sapi" dengan kandidat Presiden.

Aisah berpendapat, politik tersebut dapat diminimalisasi dengan menghapuskan presidential threshold.

Baca juga: Akui Beban Berat jika Pilkada 2024, KPU Usulkan Penyelenggaraan Pemilu Dipisah

Namun, ia mengatakan perlu ada aturan konvensi mengenai partai politik yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Pemilu.

"Jadi partai politik diwajibkan melakukan pemilihan partai secara sistematis, terbuka, dengan prosedur yang jelas, mekanisme yang demokratis. Jadi, terkait dengan aturan konvensi ini harus ada dalam UU, dan itu harus ada di dalam satu paket yang sama dengan aturan Pemilu," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com