Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Tenaga Kesehatan, Insentif yang Hampir Dipangkas hingga Penyaluran Tak Merata

Kompas.com - 05/02/2021, 13:42 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.comTenaga kesehatan (nakes) sempat dihantui bayang-bayang pemotongan insentif dan santunan kematian di tengah mengemban tugas berat menangani pasien Covid-19.

Hal itu diperburuk dengan penyaluran insentif yang kerap terlambat dan tidak merata.

Seorang dokter spesialis peyakit dalam yang menangani pasien Covid-19 di RSU Koesnadi, Bondowoso, Jawa Timur, Yusdeni, menceritakan pengalamannya yang baru sekai menerima insentif kesehatan selama sembilan bulan menangani pasien.

”Selama menangani Covid-19 sekitar 9 bulan terakhir, saya baru dapat transfer sekali di bulan Desember 2020 sebesar Rp 15 juta. Saya tidak tahu apakah ini rapelan atau hanya untuk satu bulan. Tetapi, hanya sekali itu saja. Kami tidak pernah tahu hitungannya karena kami tidak pernah mendapatkan rinciannya,” kata Yusdeni, sebagaimana dikutip Kompas.id, Kamis (4/2/2021).

Baca juga: Batal Dipangkas Pemerintah, Ini Rincian Besaran Insentif Nakes

Yusdeni mengatakan, selama ini banyak nakes tidak bersuara karena beban psikis amat berat, apalagi banyak tudingan nakes mencari untung dari Covid-19. Padahal, kenyataannya pendapatan nakes rata-rata berkurang lebih dari 50 persen.

”Pasien selain Covid-19 sangat jarang yang ke rumah sakit sehingga pendapatan dari jasa pelayanan berkurang drastis,” katanya, yang sehari-hari turut menangani pasien Covid-19.

Jumlah insentif yang diterima Yusdeni sejatinya tidak sesuai dengan besaran yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020 yang mengatur insentif tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19.

Adapun berdasarkan beleid tersebut, besaran insentif per bulan untuk dokter spesialis mencapai Rp 15 juta, dokter umum dan gigi Rp 10 juta, bidan dan perawat Rp 7,5 juta, dan tenaga medis lain Rp 5 juta.

Insentif itu sesuai besaran yang diterima dibagi dengan jumlah hari penugasan tiap bulannya.

Disebutkan insentif itu diberikan kepada tenaga kesehatan (nakes) di tujuh tempat, yaitu rumah sakit yang khusus menangani Covid-19, rumah sakit milik pemerintah termasuk rumah sakit milik TNI/POLRI, serta rumah sakit milik swasta yang ditetapkan sebagai rujukan Covid-19.

Baca juga: Pimpinan DPR: Disayangkan bila Insentif Nakes Turun

Selain itu, insentif diberikan kepada nakes di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP), dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP), dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, puskesmas, dan laboratorium yang ditetapkan oleh Kemenkes.

Transparansi

Menyikapi fenomena tak meratanya penyaluran insentif bagi nakes, Wana Alamsyah dari Indonesia Corruotion Watch (ICW) mengatakan, perlu adanya perbaikan tata kelola, khususnya transparansi besaran dan penyaluran insentif untuk nakes.

”Per 11 Desember 2020, pemerintah baru menggelontorkan insentif tenaga kesehatan kepada 485.557 orang dengan total anggaran Rp 3,09 triliun. Sementara santunan kematian baru diberikan kepada 153 keluarga atau 20 persen dari 647 tenaga kesehatan yang meninggal dengan anggaran sebesar Rp 46,2 miliar,” ungkapnya.

Wana mengatakan, banyak nakes yang belum mendapatkan insentif dan santunan kematian, salah satu penyebabnya karena buruknya tata kelola data.

Berdasarkan survei yang dilakukan LaporCovid-19 hingga tanggal 26 Januari 2020, ada 75,6 persen atau sekitar 120 orang dari 160 tenaga kesehatan yang disurvei mengaku belum mendapat insentif, dan 24 persen lainnya menerima insentif, tetapi jumlahnya jauh dari pagu Kepmenkes 2539/2020.

Baca juga: Pemerintah Bakal Beri Insentif untuk Vaksinator

Dokter Dewi, bukan nama sebenarnya, yang bertugas di salah satu puskesmas di Jakarta Selatan mengatakan, rata-rata mendapatkan insentif Rp 5,5 juta per bulan.

”Insentifnya yang menentukan kepala puskesmas, katanya disesuaikan beban pekerjaannya. Sopir ambulans di tempat saya bisa mendapat lebih tinggi, bisa Rp 6 juta per bulan. Kami tidak tahu bagaimana penghitungannya,” ujarnya.

Laporan yang diterima LaporCovid19 menunjukkan, jumlah santunan yang diterima nakes sangat bervariasi. Misalnya, perawat dan bidan di daerah sebulan hanya mendapatkan Rp 200.000 dan Rp 300.000.

Sejumlah nakes mengharapkan ada peninjauan kembali terhadap kriteria nakes yang mendapat insentif, yang dibatasi pada rumah sakit rujukan. Sebab, nakes yang bekerja di rumah sakit nonrujukan juga banyak yang tertular dari pasien.

Data dari Pusara Digital-LaporCovid19 menunjukkan, hingga Kamis jumlah nakes yang meninggal karena Covid-19 mencapai 703 orang, terdiri dari 303 dokter, 215 perawat, 101 bidan, 20 dokter gigi, 15 ahli tenaga laboratorium medik, dan sejumlah tenaga kesehatan lain.

Baca juga: Tak Pangkas Insentif Nakes, Pemerintah Tambah Anggaran Kesehatan dan Bakal Beri Insentif untuk Vaksinator

Berdasarkan data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dari 303 dokter yang meninggal, sebanyak 169 adalah dokter umum, 129 dokter spesialis, dan 5 dokter residen.

Artikel telah tayang di Kompas.id dengan judul Pemberian Insentif dan Santunan Belum Merata

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com