Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Kejagung Rekomendasikan Justice Collaborator Kasus Asabri, LPSK Siap Beri Perlindungan

Kompas.com - 05/02/2021, 12:44 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution meminta Kejaksaan Agung merekomendasikan sejumlah nama untuk menjadi justice collaborator (JC), yaitu pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam kasus korupsi PT Asabri.

Maneger mengatakan, LPSK siap menjamin perlindungan bagi para JC.

"LPSK mendorong pihak Kejaksaan Agung merekomendasikan sejumlah saksi yang memiliki keterangan penting untuk mengajukan permohonan kepada LPSK," kata Maneger dalam keterangannya, Jumat (5/2/2021).

Dia mengatakan, LPSK akan memberikan perlindungan sesuai dengan UU Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Baca juga: Alasan LPSK Berikan Perlindungan terhadap Saksi Kasus Dugaan Korupsi Asabri

Perlindungan yang dapat diberikan LPSK misalnya, perlindungan atas keamanan pribadi dan keluarga, mendapatkan kediaman sementara, pendampingan hukum bersaksi tanpa harus hadir di persidangan, hingga pergantian identitas.

LPSK, kata Maneger, menaruh perhatian cukup besar terhadap kasus korupsi PT Asabri, sebab kerugian negara yang ditimbulkannya begitu besar.

Maneger menyatakan, LPSK akan berkoordinasi dengan pihak Kejagung terkait perlindungan terhadap sejumlah saksi sambil terus memonitor perkembangan kasus dugaan korupsi PT Asabri.

"Jika dilihat dari nilai kerugian yang ditimbulkan dari skandal ini, LPSK meyakini bahwa korupsi Asabri diduga melibatkan banyak aktor yang memiliki kekuatan besar. Untuk itu, saksi maupun JC memiliki andil besar untuk memberi petunjuk kepada penyidik. Tingkat ancaman jiwa untuk saksi maupun JC juga pasti sangat tinggi, disitulah LPSK akan berperan," tuturnya.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan diri sebagai JC, di antaranya tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK, sifat penting keterangan yang diberikan, dan bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang diungkapnya.

"Kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis, dan adanya ancaman yang nyata," kata Maneger.

Pada Senin (1/2/2021), Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Asabri.

Dua di antaranya adalah mantan Direktur Utama PT Asabri, Adam R Damiri dan Sonny Widjaja. Adam Damiri menjabat sebagai direktur utama periode 2011-Maret 2016. Sementara Sonny menjabat sebagai direktur utama periode Maret 2016-Juli 2020.

Enam tersangka lainnya, yaitu BE selaku Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 dan HS selaku Direktur PT Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019.

Ada pula IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri Juli 2012-Januari 2017 dan LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.

Baca juga: Kejagung Periksa 6 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Asabri

Kemudian, Heru Hidayat selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra dan Benny Tjokrosaputro selaku Direktur PT Hanson Internasional.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan, saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang menghitung total kerugian keuangan negara akibat korupsi di PT Asabri.

Namun, sementara ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 23,73 triliun.

"Kerugian keuangan negara sedang dihitung oleh BPK dan untuk sementara sebesar Rp 23,73 triliun," kata Leonard.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com