Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Djoko Tjandra Hilang dari DPO, Saksi Nilai Sekretaris NCB Interpol Indonesia Bertanggung Jawab

Kompas.com - 01/02/2021, 19:34 WIB
Devina Halim,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Basuki menilai, Sekretaris NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri bertanggung jawab soal hilangnya nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).

Hal itu disampaikan Basuki sebagai saksi ahli a de charge atau saksi yang meringankan dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.

Baca juga: Brigjen Prasetijo Mengaku Sempat Diminta Ke Luar Ruangan Saat Tommy Sumardi Bertemu Irjen Napoleon

Kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, awalnya bertanya soal surat yang ditandatangani Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo kepada pihak Ditjen Imigrasi.

"Div Hubinter mengetahui itu sudah delete permanen. Div Hubinter melalui Sekretaris NCB itu kirim surat pemberitahuan kepada Imigrasi yang isinya menyampaikan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra sudah delete permanen," ujar Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/2/2021), dikutip dari Tribunnews.com.

Namun, menurut Gunawan, surat dari Sekretaris NCB Interpol Indonesia yang menginformasikan bahwa red notice Djoko Tjandra sudah terhapus secara permanen diartikan berbeda oleh pihak Ditjen Imigrasi.

Sebab, Ditjen Imigrasi malah menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO berdasarkan surat pemberitahuan tersebut.

Kubu mantan Kepala Divisi Hubinter Polri itu pun bertanya kepada Basuki, siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa sebab akibat tersebut.

Baca juga: Sambil Menangis, Jaksa Pinangki Mengaku Menyesal Terlibat Kasus Djoko Tjandra

Menurut pandangan Basuki, yang bertanggung jawab adalah Sekretaris NCB Interpol Indonesia pada Div Hubinter Polri.

"Kalau di dalam surat tadi itu hanya sifatnya informatif, tidak melakukan suatu permohonan yang ditujukan ke instansi. Akan tetapi kemudian, instansi lain menerjemahkan berbeda, maka apabila terjemahan berbeda ini menimbulkan suatu akibat, maka yang bersangkutan beliaulah yang harus bertanggung jawab," jawab Basuki.

Alasannya, kata Basuki, ada sebuah istilah dalam hukum yang berbunyi "Jangan sampai ada pihak lain yang berbuat, tapi orang lain yang bertanggung jawab".

Maka dari itu, menurut dia, pihak pertama selaku pembuat surat harus membatalkannya.

"Makanya mestinya kalau itu dianggap keliru, maka harusnya itu dibatalkan oleh pejabat yang membuat. Pejabat itu harus bertanggung jawab membatalkan," ujar Basuki.

Dalam kasus ini, Napoleon didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar Amerika Serikat atau Rp 6,1 miliar.

Baca juga: Kabareskrim: Kenapa Irjen Napoleon Tak Hubungi, Cek Apa Betul Ada Restu Saya?

Menurut JPU, atas berbagai surat yang diterbitkan atas perintah Napoleon, pihak Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).

Djoko Tjandra yang merupakan narapidana kasus Bank Bali itu pun bisa masuk ke Indonesia dan mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juni 2020 meski diburu kejaksaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com