Kubu Cipete juga tak kalah menggelar Munas dengan menunjuk Cholid Mawardi sebagai ketua panitia. Dalam suasana politik Orde Baru, pemerintah lebih mengakui hasil Munas Situbondo karena dianggap lebih konseptual ketimbang Cipete yang dianggap bermuatan politik.
Namun setelah melihat sikap pemerintah mendukung kubu Situbondo, kubu Cipete mulai melunak. Akhirnya, kubu ini disatukan pada September 1984.
Baca juga: Harlah NU ke-95, Megawati Janji Teruskan Kedekatan Bung Karno dengan Kiai dan Warga Nahdliyin
Kembali ke khittah
Perjalanan NU sebagai Ormas Islam yang berpengaruh terus mengalami pasang surut. Perubahan demi perubahan terus terjadi pada Ormas Islam yang didirikan KH Hasyim Asy’ari itu.
Perubahan mendasar yang sangat memengaruhi pergerakan NU ke depannya ialah saat Ormas Islam tersebut memutuskan untuk kembali ke khittah dengan keluar dari politik praktis.
Mengutip nu.or.id, misi memgembalikan NU ke khittah sebagai Ormas keagamaan yang tak dipengaruhi politik praktis dimulai secara gencar sekitar tahun 1983.
Gerakan megembalikan NU ke khittah sehingga tak terikat dengan politik praktis dimulai lewat tulisan KH Achmad Siddiq yang berisi tentang pokok-pokok pikiran tentang pemulihan Khittah NU 1926.
Tulisan ini dirembug secara terbatas dengan para ulama sepuh di kediaman KH Masykur di Jakarta.
Baca juga: Harlah Ke-95 NU, Bagaimana Sejarah Pendirian Nahdlatul Ulama?
Naskah tulisan tentang gerakan mengembalikan NU ke khittah dibacakan dalam penyelenggaraan Munas NU tahun 1983 di Situbondo, Jawa Timur.
Naskah itu mendapat sambutan yang baik dari seluruh peserta Munas dan dijadikan sebagai dokumen resmi Munas untuk menetapkan secara sah keputusan NU untuk kembali ke khittah.
Pada Muktamar 1984, NU dibawah kepemimpinan KH Achmad Siddiq sebagai Rais Aam Syuriah dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum PBNU, resmi mengembalikan organisasi ke khittah awal tahun 1926.
Keputusan NU kembali ke khittah menjadi landasan utama bagi NU dalam bersikap. Kendati demikian di era reformasi hingga kini, banyak partai yang mengatasnamakan NU sebagai basis massanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.