Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Sengketa Pilkada, KPU Sumbar: Permohonan Mulyadi-Ali Mukhni Tidak Jelas

Kompas.com - 01/02/2021, 12:04 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat menilai dalil permohonan sengketa hasil Pemilihan Gubernur Sumatera Barat (Pilgub Sumbar) yang diajukan pasangan calon nomor urut 1 Mulyadi-Ali Mukhni ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak jelas apa yang menjadi pokok tuntutannya.

Menurut perwakilan KPU Provinsi Sumatera Barat Sudi Prayitno, pihak Mulyadi-Mukhni tidak menguraikan dalil-dalil yang menjadi dasar diajukannya permohonan.

"Karena tuntutan permohonan tidak pernah meminta mahkamah untuk menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon," kata Sudi dalam sidang sengketa Pilkada 2020, yang disiarkan secara daring, Senin (1/2/2021).

Selain itu, Sudi juga menilai tuntutan pemungutan suara ulang yang diajukan oleh pihak Mulyadi-Mukhni tidak didukung alasan yang menjadi dasar pelaksanaan pemungutan suara ulang.

"Sebagaimana ditentukan dalam pasal 112 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 beserta perubahannya juncto Pasal 59 Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 beserta perubahannya," ujarnya.

Baca juga: Cagub Sumbar Mulyadi Jadi Tersangka Pelanggaran Pilkada, Demokrat: Berbau Politis

Adapun terkait dalil pemohon yang menyebut adanya pengaruh dari penetapan Mulyadi sebagai tersangka tindak pidana pemilu terhadap elektabilitas, Sudi menilai hal itu tidak benar.

Menurut dia, ada beberapa calon kepala daerah yang ditetapkan sebagai terdakwa dan tersangka justru meraih perolehan suara terbanyak.

"Bahkan ada seorang calon dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Solok Tahun 2015 yang bestatus terpidana, dan oleh komisi pemilihan umum Kabupaten Solok ditetapkan sebagai pasangan calon peraih suara terbanyak," imbuhnya.

"Pemberitaan yang menurut pemohon telah merugikannya dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat Tahun 2020 seharusnya disikapi oleh pemohon dengan menggunakan hak jawab," lanjut dia.

Sudi juga menilai MK tidak berwenang untuk memeriksa perkara perselisihan yang diajukan Mulyadi-Mukhni.

Sebab, masalah proses penegakkan hukum yang tidak adil dan dipaksankan merupakan ranah pengadilan etik.

Baca juga: Sidang Sengketa Pilgub Sumbar, KPU Sebut Mulyadi-Mukhni Tak Punya Kedudukan Ajukan Permohonan Sengketa

"Sehingga lebih tepat dikualifikasikan sebagai pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan yang menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelanggara Pemilihan Umum,"

Sebelumnya, pihak Mulyadi dan Mukhni yang diwakili kuasa hukumnya, Veri Junaidi menilai, Pemilihan Gubernur Sumatera Barat telah berjalan dengan tidak adil.

"Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tidak berjalan secara demokratis serta tidak berlandaskan pada asas pemilu yang jujur dan adil," kata Veri dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (26/1/2021).

"Khususnya dalam proses penegakan hukum yang tidak adil serta dipaksakan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com