JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PKB Daniel Johan mengatakan, partainya sampai saat ini sepakat pelaksanaan pilkada serentak tetap digelar pada 2024. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Ia menegaskan, sikap tersebut tidak memiliki hubungan dengan upaya menghambat calon presiden potensial dari kepala daerah seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan atau Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Tidak pernah muncul pertimbangan seperti itu, dan tidak ada hubungannya dengan Anies Baswedan dan Ridwan Kamil atau yang lainnya maju (pilpres) atau tidak," kata Daniel saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Tolak Pilkada 2022, PDI-P Tegaskan Tak Ada Niat Hambat Anies Baswedan
Seperti diketahui, draf sementara RUU Pemilu memuat ketentuan bahwa Pilkada digelar 2022 dan 2023.
Salah satu Pilkada yang akan digelar pada 2022 adalah Pilkada DKI Jakarta, sedangkan pada 2023 adalah Pilkada Jawa Barat.
Sementara, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 disebutkan Pilkada serentak ditetapkan pada November 2024.
Sehingga, jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 dan 2023 akan diisi pejabat sementara, termasuk posisi Anies Baswedan dan Ridwan Kamil.
Baca juga: Jika Pilkada Tetap 2024, Pengamat Nilai Anies atau Ridwan Kamil Bisa Dirugikan
Daniel mengatakan, siapa pun kepala daerah yang potensial untuk maju di pilpres mendatang sebaiknya fokus dalam menjalankan tugas.
"Agar mendapat apresiasi masyarakat karena dianggap berhasil," ujarnya.
Secara terpisah, anggota DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, akan sangat disayangkan jika revisi UU Pemilu dilakukan agar pelaksanaan Pilkada digelar 2022 dan 2023.
"Masak suatu proses regulasi level UU didesakkan hanya untuk melayani kepentingan panggung politik satu orang," kata Luqman saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Luqman mengatakan, penyusunan pelaksanaan Pilkada serentak 2024 yang diatur UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Baca juga: Mengurai Polemik Pilkada Serentak, Perbedaan UU Pilkada dan Draf RUU Pemilu
Menurut Lukman, pelaksanaan Pilkada 2024 memiliki pertimbangan agar setiap tahun tidak menjadi tahun politik sehingga masyarakat bisa fokus dalam pembangunan ekonomi.
"Penyelenggaraan Pemilu (Pilpres, Pileg dan Pilkada) pada tahun yang sama dalam bulan berbeda, akan memberi kesempatan bangsa ini selama 4 tahun berikutnya untuk fokus pada pembangunan ekonomi rakyat," ujarnya
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengatakan, pelaksanaan Pilkada 2024 juga dapat memberikan waktu untuk melakukan evaluasi terhadap hasil Pilkada sebelumnya.
"Juga, terdapat waktu yang cukup untuk mengevaluasi sistem, proses dan hasil pemilu, untuk perbaikan penyelenggaran pemilu 5 tahun berikutnya," kata dia.
Sebelumnya, pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, gelaran pilkada serentak di 2024 bisa membuat calon presiden potensial dari kepala daerah kehilangan momentum.
Baca juga: PKS Setuju Revisi UU Pemilu Atur Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023
Sebab, pilkada serentak di tahun tersebut akan berbarengan dengan pemilihan presiden. Sementara, sejumlah nama yang belakangan masuk bursa calon presiden, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyelesaikan masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Anggap Anies 2022 selesai, lalu baru dilaksanakan pilkada serentak 2024, itu momentumnya akan susah lagi didapat. Kalau momentum susah didapat, maka karier politik akan sulit dikejarnya," kata Hendri saat dihubungi, Jumat (29/1/2021).
Ia mengatakan, dalam politik, kekuasaan atau kemenangan merupakan tujuan akhir. Menurut Hendri, pro dan kontra antarpartai soal revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 bisa juga dilihat sebagai bagian dari upaya meraih atau mempertahankan kekuasaan itu.
Baca juga: Politisi PDI-P: Revisi UU Pemilu Berpotensi Timbulkan Ketegangan Politik
Salah satu agenda revisi UU Pemilu adalah mengubah jadwal pilkada serentak 2024 menjadi 2022 dan 2023. Maka, akan ada perubahan pada UU Pilkada.
"Dalam politik, kekuasaan atau kemenangan adalah tujuan akhir. Maka ini adalah salah satu cara untuk mendapatkan kekuasaan dari petahana," ucap Hendri.
Hendri sendiri berpendapat lebih baik jadwal pilkada serentak dikembalikan menjadi 2022 dan 2023. Hal ini bercermin dari gelaran Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan banyak petugas kelelahan hingga meninggal dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.