JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu mengatakan, rencana pengaktifan Pengamanan (Pam) Swakarsa harus dijelaskan secara gamblang oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait pengelolaan dan penggunaannya.
Mantan aktivis gerakan mahasiswa 1998 itu menilai, istilah Pam Swakarsa lekat dengan peristiwa kekerasan pada era Reformasi.
"Kalau konsep Pam Swakarsa sama seperti tahun 1998, ada baiknya ide dan rencana tersebut dihentikan. Pam Swakarsa yang dibentuk tahun 1998 tak ubahnya konsep divide et impera, mengadu domba antarmasyarakat. Serta pelegalan kekerasan di tengah masyarakat," kata Masinton, saat dihubungi, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Pam Swakarsa untuk Siapa?
Masinton menuturkan, kala itu Pam Swakarsa yang dibentuk pemerintah tak ubahnya milisi sipil yang tidak jelas perekrutannya.
Pam Swakarsa dihadapkan dengan gerakan mahasiswa yang memperjuangan reformasi dan demokrasi pada 1998.
Masinton pun memandang wajar jika hari ini koalisi masyarakat sipil khawatir pengaktifan kembali Pam Swakarsa akan menimbulkan konflik horizontal.
"Karena memang faktanya pembentukan Pam Swakarsa tahun 1998 adalah untuk mengadang gerakan protes mahasiswa yang memperjuangkan reformasi dan demokrasi," tuturnya.
Baca juga: Pimpinan Komisi III: Jangan Sampai Pam Swakarsa Jadi Alat Kekuasaan
Menurut Masinton, saat gelombang demonstrasi mahasiswa terjadi pada 1998, Pam Swakarsa sempat menempati area Tugu Proklamasi yang digunakan sebagai mimbar demokrasi.
Ketika itu, kata Masinton, anggota Pam Swakarsa membawa senjata tajam.
"Contoh yang kami alami di tahun 1998, adanya mobilisasi Pam Swakarsa untuk menduduki area di Tugu Proklamasi yang akan kami gunakan untuk mimbar demokrasi. Kelompok Pam Swakarsa datang membawa senjata tajam seperti pedang dan bambu," tuturnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan