JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan menyampaikan, terdapat lebih dari 1.000 jenis hoaks yang teridentifikasi sejak pandemi Covid-19 pertama kali menyentuh Indonesia pada Maret 2020.
Hoaks terkait dengan pandemi Covid-19.
"Sejak pandemi Covid-19 menyentuh Indonesia Maret 2020 lalu, ada 1.387 jenis hoaks yang teridentifikasi," kata Semuel dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Dialog Produktif bertema Tolak dan Waspada Hoaks, Selasa (26/1/2021).
Baca juga: Ramai Hoaks Soal Vaksin, Pemerintah Minta Masyarakat Cari Sumber Resmi
Lanjutnya, jika hoaks tersebut tidak sampai mengganggu ketertiban umum, Kemkominfo akan memberikan stempel hoaks dan menginformasikan tentang kekeliruan itu kepada masyarakat.
Langkah lainnya, Kemkominfo menghapus konten yang terbukti hoaks dari sosial media sebagai sumber penyebaran.
"Tapi kalau sudah mengganggu ketertiban umum, kita bisa lapor ke polisi untuk ditindaklanjuti. Saat ini sudah ada 134 kasus yang ditangani kepolisian terkait hoaks Covid-19 ini," tegasnya.
Salah satu hoaks yang sempat mengemuka beberapa waktu lalu adalah terkait meninggalnya seorang tentara usai divaksinasi.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Staf Kodim 0817/Gresik Mayor Infantri Sugeng Riyadi yang menjadi korban hoaks datang memberikan pernyataan.
"Saya ditunjukkan melalui pesan WhatsApp, bahwa saya dikabarkan meninggal dunia. Saya pertama kali mendengar berita ini justru dari komandan saya Dandim 0817/Gresik, Letkol Taufik Ismail. Kemudian saya diajak foto selfie untuk menangkal berita tidak benar itu," terang Mayor Sugeng.
Sementara itu, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitna (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan, belakangan hoaks yang paling banyak memang mengenai vaksin Covid-19.
Mafindo, kata dia, mencatat ada 83 hoaks terkait vaksin Covid-19 dengan viralitas cukup tinggi.
"Karena 42 persen terkait dengan isu keamanan dan kemanjuran termasuk hoaks kematian Mayor Sugeng," ujarnya.
Lebih lanjut, Septiaji menuturkan bahwa penyebaran hoaks ini memiliki beragam motif. Termasuk motif ekonomi dan niat jahat di dalamnya.
Baca juga: Inilah Birdwatch, Program Twitter untuk Melawan Kicauan Hoaks
Ia menganalisis beberapa kelompok masyarakat yang terpengaruh hoaks vaksinasi tersebut.
Pertama, ada kelompok masyarakat yang sebenarnya bukan keluarga anti vaksin, tetapi percaya teori konspirasi.
"Sehingga menganggap Covid-19 ini flu biasa dan tidak perlu divaksin. Kelompok lainnya adalah kelompok yang mau divaksin dan sadar soal pentingnya vaksinasi Covid-19, tetapi mereka memiliki bias. Misalnya bias anti Cina atau anti Barat," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.