JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil melayangkan protesnya terkait rencana pemerintah membentuk komponen cadangan (Komcad).
Alih-alih membangun TNI sebagai komponen utama dalam pertahanan negara, pembentukan Komcad justru dikhawatirkan hanya akan membuang anggaran.
Koalisi masyarakat sipil memandang ada lima catatan terkait sederet permasalahan dalam program ini.
Pertama, luasnya ruang lingkup ancaman yang diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN).
Pasal 4 Ayat (2) menyebutkan, ancaman terdiri atas ancaman militer, ancaman non-militer dan hibrida. Luasnya ancaman dinilai dapat menimbulkan permasalahan tersendiri.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Khawatir Komponen Cadangan Timbulkan Konflik Horizontal
"Komcad yang telah disiapkan dan dibentuk pemerintah dapat digunakan untuk menghadapi ancaman keamanan dalam negeri, seperti dalih untuk menghadapi ancaman bahaya komunisme, terorisme, dan konflik dalam negeri yang berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Senin (25/1/2021).
Kedua, narasi bela negara yang dibangun pemerintah dinilai inkonsisten.
Pasal 6 Ayat (2) menyebutkan pelatihan dasar kemiliteran wajib menjadi satu dari empat bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara.
Dengan narasi ini, kata Fatia, UU PSDN secara eksplisit menyatakan wajib militer menjadi salah satu bentuk bela negara dan pembentukan Komcad sendiri dipersiapkan untuk tujuan tersebut.
Padahal, bela negara dapat dilakukan dengan berbagai cara dan tidak selalu wujudnya berdimensi kemiliteran.
"Pendekatan ini cenderung militeristik sehingga tidak bisa dihindari adanya dugaan upaya militerisasi sipil melalui program bela negara," katanya.
Ketiga, ketidakjelasan posisi Komcad. Fatia menyebut, posisi Komcad tidak jelas apakah dapat dikategorikan bagian militer atau sipil.
Hal ini pun menimbulkan potensi pelanggaran hukum humaniter internasional, khususnya prinsip pembedaan (distinction principle).
Prinsip ini secara tegas membedakan dua kategori orang dalam situasi konflik bersenjata internasional, yaitu kombatan dan penduduk sipil.
Keempat, UU PSDN tidak mengadopsi prinsip dan norma Hak Asasi Manusia (HAM) secara penuh.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.