JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, masih terbuka potensi untuk menggembosi suara antar pasangan calon di Pilkada 2020 melalui politisasi penegakan hukum atau penetapan tersangka.
Oleh karena itu, Fadli mengingatkan agar Mahkamah Konstitusi (MK) bisa mengadili tanpa terpaku pada hitung-hitungan suara saja.
"Menurut saya Mahkamah Konstitusi mesti memeriksa hal tersebut. Makanya, MK tidak boleh hanya melihat konstruksi perkara di permukaan dalam batas hitung-hitungan suara atau angka saja," kata Fadli dalam diskusi daring, Senin (25/1/2021).
Fadil mengatakan, dalam permohonan sengketa Pilkada 2020 juga ada yang mendalilkan proses penegakkan hukum yang tidak adil.
Proses tersebut dinilai termohon memberikan dampak pada perolehan suara dan merugikannya di perhelatan pilkada.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi II: Dalam Draf RUU Pemilu, Pilkada Digelar 2022 dan 2023
"Nah pada titik ini menurut saya MK harus melihat persoalaan ini secara jauh lebih mendetil," ujar dia.
Sebelumnya, Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, penyebaran berita hoaks, kampanye hitam dan penetapan tersangka menjelang pemungutan suara berdampak pada perolehan suara pasangan calon di Pilkada 2020.
Hal itu, kata dia, terlihat dari adanya dalil permohonan sengketa hasil Pilkada 2020 yang diajukan ke MK.
"Dari daerah-daerah yang kami berhasil kami identifikasi isu hoaks, sara dan penetapan tersangka di tengah tahapan beberapa daerah ternyata maju ke MK," kata Ihsan dalam diskusi daring, Senin (25/1/2021).
Adapun daerah yang mengajukan permohonan dengan dalil berita hoaks antara lain Sumatera Barat, Kalimantan Tengah dan Surabaya.
Sementara daerah yang mengajukan permohonan dengan dalil kampanye hitam antara lain di Kota Kuantan Singingi.
Sedangkan terkait dengan digunakannya instrumen penegakan hukum pemilu yang diduga untuk mempengaruhi hasil pemilihan juga terjadi di Pilkada Sumatera Barat.
Kemudian Kota Dumai Provinsi Riau, namun tidak berujung ke MK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.