JAKARTA, KOMPAS.com – Rencana calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa menuai kritik dari berbagai pihak.
Salah satu yang mengkritik ialah Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras). Mereka menilai upaya menghidupkan kembali Pam Swakarsa akan mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru yang otoriter.
Penyebabnya, Pam Swakarsa identik dengan sekumpulan masyarakat sipil bersenjata tajam yang dibentuk untuk membendung aksi mahasiswa sekaligus mendukung Sidang Istimewa (SI) MPR pada 1998.
Baca juga: Polemik Dihidupkannya Pam Swakarsa...
Wacana dihidupkannya kembali Pam Swakarsa juga termaktub di dalam Peraturan Polri No. 4 Tahun 2020.
Dalam aturan itu, Pam Swakarsa terdiri dari petugas satuan pengaman (Satpam) dan satuan keamanan lingkungan (Satkamling) di lingkup masyarakat.
Dengan pembentukan Pam Swakarsa, negara berencana merekrut masyarakat sipil di lingkungan kawasan, permukiman, hingga perkantoran untuk meningkatkan kesadaran dan ketertiban masyarakat, khususnya di masa pandemi virus corona.
Kompas.com merangkum sejarah terbentuk hingga jejak terakhir Pam Swakarsa muncul dalam pemberitaan. Berikut paparannya:
Sejarah terbentuknya Pam Swakarsa
Harian Kompas, 12 November 1998, memberitakan, Pam Swakarsa saat itu merupakan bentuk pengamanan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengamankan lingkungan masing-masing.
Baca juga: Kompolnas: Pengaktifan Pam Swakarsa Diatur Undang-undang
Pembentukan Pam Swakarsa bebarengan dengan akan diadakannya Sidang Istimewa (SI) MPR 1998. Panglima ABRI kala itu, Jenderal TNI Wiranto, menyatakan, kehadiran Pam Swakarsa dibutuhkan untuk mengamankan SI MPR dari pihak-pihak yang ingin menggagalkannya.
Namun, dalam perjalanannya, konflik berdarah antara Pam Swakarsa dengan mahasiswa dan kelompok masyarakat tak bisa dihindarkan. Sejumlah anggota Pam Swakarsa mengaku telah diajak seseorang yang tak mereka kenal.
Heru, misalnya, keterlibatannya dimulai suatu siang hari ketika hendak beristirahat. "Ternyata ada ramai-ramai dikasih nasi bungkus untuk makan siang. Kemudian disuruh mendaftar," kata dia.
Dari pendaftaran tersebut, Heru dimasukkan dalam satu kelompok terdiri 40 orang yang dikoordinir oleh Edi. Edi-lah yang menentukan kelompok tersebut harus ke mana tiap harinya.
Dari serangkaian petunjuk yang diterimanya, Heru dan kawan-kawannya bertugas menahan aksi mahasiswa.
Baca juga: Kompolnas: Pam Swakarsa Bermakna Keinginan Masyarakat
Kalau ada demonstrasi mahasiswa, kita diminta menahan mereka. Pesannya, kita tidak boleh marah dan jangan emosi. Pokoknya cuma menjaga mahasiswa," jelas Heru.
Dengan ikut menjadi anggota Pam Swakarsa, ia mengaku memperoleh uang saku Rp 10.000 per hari. Sementara, Jeleng Simanjuntak, warga Bogor yang berjualan minuman di pelataran Masjid Istiqlal mengaku diminta untuk mencari massa yang bersedia ikut Pam Swakarsa.
Ia pun tak mengenali orang yang menyuruhnya itu. Anggota Pam Swakarsa yang jumlahnya ribuan itu terlihat bermarkas di kawasan Istora Senayan. Mereka umumnya menginap di sebuah masjid sekitar Senayan.
Di antara kelompok yang ikut menyumbang massa Pam Swakarsa saat itu adalah Forum Umat Islam Penegak Keadilan dan Konstitusi (Furkon). Mereka bahkan menyumbangkan puluhan ribu massa untuk menghadapi kelompok penentang SI.
"Kami dengan rela akan membubarkan diri dan tidur nyenyak kalau pihak-pihak yang anti-SI juga mundur, kami akan mundur dari jalan-jalan. Tetapi kalau mereka tetap ada di jalan-jalan, kami akan tetap bertahan," kata Ketua Furkon Komaruddin Rachmat.
Baca juga: Wacana Hidupkan Pam Swakarsa Picu Kekhawatiran, Ini Penjelasan Polri
Pam Swakarsa pun dengan sendirinya bubar dan terdengar lagi aktivitasnya seiring dengan usainya transisi politik dari era Orde Baru ke era reformasi.
Kivlan Zen tuntut Wiranto soal dana Pam Swakarsa
Adapun jejak Pam Swakarsa kembali muncul saat mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kas Kostrad) Kivlan Zen menuntut Wiranto selaku Panglima ABRI saat itu terkait dana pembentukan pasukan sipil bersenjata tersebut.
Tuntutan itu dilayangkan Kivlan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 September 2019.
Menurut pengakuan Kivlan dalam surat gugatannya, pada 1998 Wiranto memerintahkan dirinya untuk membentuk Pam Swakarsa dengan total pembiayaan Rp 8 miliar.
Namun, saat itu Wiranto hanya memberikan Rp 400 juta kepada Kivlan. Akibatnya, Kivlan harus menggunakan dana pribadi untuk menutupi kekurangan anggaran pembentukan Pam Swakarsa.
Masih berdasarkan gugatan Kivlan, di sisi lain Presiden BJ Habibie telah menyetujui kucuran dana untuk membentuk Pam Swakarsa sebesar Rp 10 miliar.
Uang tersebut berasal dari dana nonbudgeter Badan Urusan Logistik (Bulog). Menurut Tonin, kliennya sempat menagih dana tersebut saat pertemuan di kediaman Habibie.
Baca juga: Kompolnas Minta Publik Tak Salah Tafsirkan Pam Swakarsa
Dalam pertemuan itu, Habibie menegaskan telah memberikan uang Rp 10 miliar kepada Wiranto.
"Sementara dari Bulog dikucurkan Rp 10 miliar. Pak Habibie sendiri yang menyatakan seperti itu," tutur dia.
Kuasa hukum Kivlan Tonin Tachta mengatakan kliennya meminta ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada Wiranto.
Dalam gugatannya, Kivlan meminta ganti rugi materiil yang terdiri dari menanggung biaya Pam Swakarsa dengan mencari pinjaman lewat menjual rumah dan mobil serta mencari pinjaman dengan total sebesar Rp 8 miliar.
Kemudian Kivlan juga meminta ganti rugi untuk menyewa rumah karena telah menjualnya sampai dengan mendapatkan rumah lagi pada 2018 dari bantuan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Total biaya sewa Rp 8 miliar.
Baca juga: Kontras: Rencana Pengaktifan Pam Swakarsa Bentuk Pengkhianatan Reformasi
Terakhir, pada Oktober 2019, kasus tersebut masuk ke dalam tahap mediasi. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan memberikan waktu kepada Kivlan dan Wiranto untuk melakukan mediasi. Kedua pihak pun menyetujui putusan untuk bermediasi tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.