JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menyayangkan adanya pihak yang tetap menggelar acara dan menimbulkan kerumunan di tengah pandemi.
Dicky menilai, penerapan protokol kesehatan hingga kewajiban tes Covid-19 tidak dapat dijadikan alasan. Sebab, hal tersebut tidak menjamin penularan virus berhenti total.
"Ini salah kaprah, dalam hal protokol kesehatan dan juga masalah tes ini. Terkesan seperti tools-tools ajaib. Ini berbahaya sekali," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/1/2021).
Baca juga: Tanggapi Moeldoko soal Menteri Positif Covid-19, Epidemiolog: Harus Diumumkan
Menurut Dicky, masih banyak masyarakat yang salah memahami fungsi protokol kesehatan dan tes Covid-19.
Ia menuturkan, protokol kesehatan merupakan upaya mencegah penyebaran, sedangkan tes Covid-19 untuk mengetahui seseorang terinfeksi virus atau tidak.
Untuk menggambarkannya, ia memberikan analogi seseorang yang enggan dinyatakan hamil, tetapi menggunakan alat tes kehamilan sebagai proteksi.
"Ya tidak bisa dipakai. Alat tes kehamilan itu kan untuk menentukan seseorang hamil apa tidak. Ya untuk proteksi agar tidak hamil ada lagi caranya, misalnya jarang berhubungan. Nah untuk kasus acara ya seperti itu, salah kaprah dalam hal protokol kesehatan dan masalah tes ini," ujarnya.
Baca juga: Anggota DPR: PPKM Sulit Tekan Kasus Covid-19 jika Tidak Ada Karantina Total
Selain itu, Dicky mengatakan, hasil tes Covid-19 sama sekali tidak menjamin penularan atau penyebaran akan berhenti.
Hasil tes Covid-19 tersebut hanya mampu mengurangi risiko penyebaran virus di sekitar.
"Adapun misalnya, ada protokol kesehatan di acara itu, ada screening sebelumnya dengan tes. Itu hanya mengurangi risiko, tapi tidak menjamin tidak adanya penularan virus, yang harus dilakukan ya diam di rumah," ujarnya.
Dicky pun mengingatkan agar masyarakat hendaknya berdiam diri di rumah dan tidak menggelar acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Pasalnya, situasi kondisi pandemi di Indonesia saat ini berada pada tahap yang sangat tidak terkendali, karena positivity rate yang jauh di atas 20 persen.
"Ini indikator seriusnya itu sudah kuat. Test positivity rate yang jauh di atas 20 persen itu tandanya tidak terkendali. Sangat tidak terkendali pandemi ini. Ditambah keparahannya itu dari angka kematian," tambah dia.
Baca juga: Anggota DPR: PPKM Belum Maksimal, di Tempat Umum Masih Banyak yang Abaikan Protokol Kesehatan
Kemudian, strategi pencegahan penularan Covid-19 melalui 5M perlu dipertegas kembali, yakni memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan.
Dicky berpendapat, 5M sangat penting dijalankan meski seseorang telah melaksanakan tes Covid-19.
"3M plus 2M itu kan yang 2M nya membatasi mobilitas interaksi hanya yang esensial. Esensial itu apa, ya yang berhubungan dengan beli makanan, obat, atau pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan," jelasnya.
Diketahui beberapa acara digelar oleh tokoh masyarakat dan pejabat publik pada masa pandemi. Sejumlah pihak menyayangkan acara tersebut.
Belum hilang dari ingatan acara kerumunan yang melibatkan beberapa influencer atau selebritas.
Saat itu, Raffi Ahmad menjadi sorotan karena dirinya baru saja selesai melakukan vaksinasi Covid-19 pagi harinya, dan kemudian ikut acara diduga tanpa menerapkan protokol kesehatan.
Terkini, acara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P di Bali yang viral lantaran ada sesi tiup lilin bersama dilanjutkan dengan saling menyuap nasi tumpeng menggunakan sendok yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.