Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Menkes Budi Lebih Percaya Data KPU ketimbang Kemenkes

Kompas.com - 25/01/2021, 07:08 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akhir pekan lalu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sempat mengungkapkan pernyataan mengejutkan perihal basis data untuk vaksinasi Covid-19.

Budi juga mengatakan, pihaknya akan menggunakan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai acuan untuk program vaksinasi Covid-19.

Alasannya, KPU baru saja menggelar Pilkada 2020 sehingga data yang ada masih aktual dengan kondisi masyarakat di daerah.

Selain itu, Budi juga menyebut sudah kapok menggunakan data Kementerian Kesehatan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya supaya tidak salah atau bagaimana. Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes," ujar Budi dikutip dari acara "Vaksin dan Kita" yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat (22/1/2021).

"Saya ambil datanya KPU. Sudahlah itu KPU manual kemarin baru pemilihan (pilkada), itu kayaknya yang paling current. Ambil data KPU base-nya untuk masyarakat," lanjutnya.

Sebelum menyampaikan pernyataan itu, Budi menceritakan penyebabnya merasa kapok dengan data Kemenkes.

Awalnya, dia pernah diberi data jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) dari pendataan Kemenkes.

Berdasarkan data itu, secara agregat disebutkan jumlah total puskesmas dan RS cukup untuk melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara nasional.

"(Disebutkan) RS pemerintah saja, tidak usah melibatkan pemda, tidak usah bikin dengan RS swasta cukup. Ah, saya kapok. Saya enggak percaya data nasional," ungkap Budi.

Dia lantas menelusuri data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.

Dari penelusuran itu baru terungkap bahwa sarana kesehatan yang ada tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi.

Baca juga: Menkes Kapok Gunakan Data Kemenkes, Akan Pakai Data KPU untuk Basis Vaksinasi Covid-19

"Itu 60 persen, tidak cukup. Karena kalau di Bandung yang RS dan puskesmas penuh (jumlahnya banyak) pasti bisa. Tetapi, begitu di Puncak Jaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, baru 3.000 hari atau delapan tahun (vaksinasi selesai)," tegas Budi.

"Jadi sekarang saya sudah lihat by kabupaten/kota strategi vaksinasinya. Maka, kami akan perbaiki stateginya," tambahnya.

Sudah bahas

Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, Kemenkes dan KPU sudah membahas terkait penggunaan data pilkada untuk pelaksanaan vaksinasi. 

"KPU prinsipnya siap mendukung upaya itu. Sudah ada sekali pertemuan daring antara KPU dengan Kemenkes membahas perihal data pemilih," ujar Viryan kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).

Ia menambahkan, pembahasan lebih lanjut soal teknis penggunaan data pemilih akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.

Baca juga: KPU dan Kemenkes Sudah Bahas Rencana Penggunaan Data Pemilih untuk Vaksinasi Covid-19

Komisioner KPU Hasyim Asyari menyebut rencana Kemenkes menggunakan data pihaknya menjadi bukti bahwa ada kepercayaan publik terhadap sistem pendataan yang dilakukan KPU.

Hasyim mengatakan, ini bukan kali pertama data KPU digunakan oleh pihak lain. Kementerian lain, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), juga menggunakan data itu.

172.901 nakes

Petugas Puskesmas Satelit, Bandar Lampung menyuntikkan vaksin covid-19 sinovac kepada tenaga kesehatan (nakes), Kamis (21/1/2021). Nakes menjadi prioritas vaksinasi tahap pertama di Lampung.KOMPAS.com/TRI PURNA JAYA Petugas Puskesmas Satelit, Bandar Lampung menyuntikkan vaksin covid-19 sinovac kepada tenaga kesehatan (nakes), Kamis (21/1/2021). Nakes menjadi prioritas vaksinasi tahap pertama di Lampung.
Sementara itu, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hingga Sabtu (23/1/2021), ada 172.901 tenaga kesehatan yang telah mengakses untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19 di 92 kabupaten/kota.

Namun, dari total angka tersebut, sebanyak 27.000 tenaga kesehatan batal ataupun ditunda penerimaan vaksinnya.

Nadia mengatakan, batal atau ditundanya pemberian vaksin pada tenaga kesehatan itu disebabkan beberapa alasan.

Mulai dari tingginya tekanan darah saat proses screening, penyintas Covid-19, ataupun sedang menyusui.

"Kami sampaikan proses vaksinasi ini juga akan terus berjalan pada seluruh tenaga kesehatan dan diharapkan hingga Februari kami bisa mencapai target 1,47 tenaga kesehatan," ujarnya.

Adapun tenaga kesehatan yang masih belum terdaftar sebagai penerima vaksin bisa mendaftarkan vaksinasinya melalui sistem informasi satu data vaksinasi covid-19.

Baca juga: Kemenkes: 27.000 dari 172.901 Tenaga Kesehatan Belum Divaksin Covid-19

Caranya, dengan mendaftarkan secara berjenjang, mulai dari verifikasi dinas kesehatan kabupaten/kota, kemudian nanti akan disampaikan kepada Kementerian Kesehatan.

"Harapan kami, update daripada data petugas kesehatan yang belum terdaftar tersebut dapat segera kami terima dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya," ucap dia.

Sebagaimana diketahui, proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai sejak 13 Januari 2021.

Dalam proses awal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang yang pertama kali divaksin Covid-19.

Saat ini proses vaksinasi sudah mulai dilakukan di seluruh penjuru Tanah Air.

Vaksin akan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19.

Tahapan vaksinasi

Sebelumnya, Menkes Budi menyatakan, pemerintah akan melakukan pemberian vaksin Covid-19 kepada masyarakat secara bertahap.

Budi menyebutkan, kelompok masyarakat yang utama akan mendapatkan pemberian vaksin Covid-19 ini adalah tenaga kesehatan (nakes) yang berjumlah 1,3 juta di semua provinsi. Vaksinasi terhadap nakes ditargetkan tuntas dalam waktu tiga bulan. 

Sebagai tahap lanjutan yaitu tahap kedua, vaksinasi akan diberikan kepada 17,4 juta petugas publik.

Pada tahap ketiga program vaksinasi Covid-19 di Indonesia, pemberian vaksin akan dilanjutkan kepada masyarakat kategori usia lanjut (lansia).

Berdasarkan data dihimpun Kemenkes, masyarakat lansia di atas 60 tahun di Indonesia yang akan diberikan vaksin berjumlah sekitar 21,5 juta orang.

Namun, kata Budi, diperlukan waktu untuk memastikan bahwa vaksin corona yang bisa digunakan nanti bisa berlaku untuk usia di atas 60 tahun.

Baca juga: 4 Tahapan Vaksinasi Covid-19 dan Jadwal Pelaksanaannya

Untuk tahap pemberian vaksinasi Covid-19 tahap terakhir adalah masyarakat secara umum di luar ketiga kategori yang telah disebutkan sebelumnya.

Akan tetapi, jika vaksin Covid-19 yang diberikan adalah vaksin Sinovac maka masyarakat umum dalam kategori ini adalah mereka yang rentang usianya 18-59 tahun.

Dengan catatan, masyarakat penerima vaksin Covid-19 pada usia ini, kecuali orang dengan penyakit komorbid, wanita hamil, dan pasien yang pernah terinfeksi Covid-19.

"Yang masuk dalam eksekusi vaksinasi adalah berjumlah 181 juta rakyat," tutur Menkes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Korban Kaji Opsi Laporkan Ketua KPU ke Polisi Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Nasional
OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi 'Online'

OJK Sudah Perintahkan Bank Blokir 5.000 Rekening Terkait Judi "Online"

Nasional
Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Bareskrim Ungkap Peran 7 Tersangka Penyelundupan Narkoba di Kabin Pesawat

Nasional
Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Pengacara Minta DKPP Pecat Ketua KPU Imbas Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Canda Hasto Merespons Rencana Pertemuan Jokowi-Megawati: Tunggu Kereta Cepat lewat Teuku Umar

Nasional
Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com