Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah yang Gandeng Influencer, "Shock Culture", hingga Krisis Kepercayaan...

Kompas.com - 22/01/2021, 12:24 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah beberapa kali menggaet media influencer untuk menyampaikan pesan terkait kebijakan mereka kepada masyarakat, mulai dari promosi pariwisata, vaksinasi Covid-19, hingga yang terkini dalam upaya mencegah ekstremisme.

Pengamat kebijakan publik dari Reformasi Kebijakan Riant Nugroho menilai bahwa fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain.

Fenomena seperti ini, kata dia, diawali dari fenomena shock culture pada media sosial yang berakhir pada penggunaan media influencer.

"Pemerintah di seluruh dunia mengalami geger culture atau shock culture sampai yang namanya kebijakan pun kebijakan shock culture. Ini menganggap suatu penyampaian kebijakan yang memakai dunia digital media sosial itu akan selesai dengan menggunakan influencer," kata Riant saat dihubungi Kompas.com, Rabu (20/1/2021).

Baca juga: Komjen Listyo Sigit Berencana Gaet Influencer untuk Edukasi Masyarakat, Pengamat: Apakah Tidak Membuat Gaduh?

Riant berpendapat, media sosial dianggap pemerintah sebagai sarana yang cocok untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Ia mencontohkan bagaimana Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump yang lebih memilih menggunakan media sosial Twitter untuk berbicara kepada masyarakatnya daripada media resmi.

"Culture shock media sosial ini menandakan bahwa oh yang namanya media sosial lebih mempengaruhi ketimbang media apa pun juga, termasuk media massa, sekarang rata-rata mati lah," kata dia.

Selain itu, ia menilai bahwa media yang bersifat kelembagaan atau organisasi saat ini sudah tidak efektif.

Dengan demikian, pemerintah di seluruh dunia lebih memilih menggunakan media sosial.

Alasan kedua, Riant menilai kondisi Indonesia tengah mengalami trust crisis atau krisis kepercayaan yang terus berlangsung pasca-reformasi.

Menurut dia, hal ini terjadi karena adanya perubahan sistem politik dari yang sangat kaku mengekang, menjadi sistem politik yang sangat liberal.

"Jadi pasca-reformasi, yang namanya lembaga pemerintah semakin mengalami krisis trust di dalam masyarakat," kata dia.

Baca juga: Komitmen Listyo Sigit di Uji Kelayakan Calon Kapolri: Polantas Tak Perlu Menilang, Terorisme hingga Gaet Influencer

Di sisi lain, Riant menyebut hal ini membuat pemerintah dinilai tidak mampu memenuhi atau menghilangkan rasa ketidakpastian yang ada di masyarakat.

Padahal, kata dia, ada teori bernama uncertainty reduction theory yang mengatakan bahwa sebuah informasi hanya diterima apabila mampu menghilangkan ketidakpastian.

"Kita ketahui, ketika masyarakat menghadapi yang namanya krisis, pemerintah lalu berbicara, ternyata krisis pun tidak selesai. Sekarang kita hadapi pandemi corona, pemerintah juga menjelaskan, tapi ternyata tidak jelas juga. Bahkan vaksin pun juga begitu," tutur dia.

Oleh karena itu, adanya crisis trust tersebut membuat pemerintah akhirnya memilih media influencer ketimbang organisasi yang dimiliki.

"Apa pun pemerintah mempunyai instrumen kelembagaan yang resmi ketika digunakan untuk menyampaikan itu tidak mampu mereduksi di dalam mengurangi ketidakpastian di masyarakat," kata dia.

Penggunaan media influencer, kata dia, juga dilakukan agar government trust tidak terus tergerus oleh masyarakat.

Baca juga: Pemerintah yang Kerap Gunakan Pengaruh Influencer…

Hal ini karena apabila terjadi kesalahan informasi yang diberikan, masyarakat akan lebih menyoroti influencer yang menyampaikan, ketimbang pemerintah.

"Pemerintah itu istilahnya mau mukul pinjam tangan, tapi sekaligus mau lepas tangan apabila ada masalah yang bersifat itu tidak obyektif, tidak akurat, dan seterusnya. Sama dengan pemerintah memindahkan tanggung jawabnya apabila ada krisis trust selanjutnya," kata Riant.

Alasan ketiga, kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang memang lebih cocok menerima pesan dari media influencer.

Menurut dia, hal ini karena masyarakat Indonesia yang cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Riant menilai, masyarakat Indonesia dapat menerima informasi apabila dilakukan secara instan dan diselingi dengan hiburan atau entertaint.

"Instant influence ini dapat dilakukan oleh para influencer yang rata-rata mereka diberkahi oleh wajah yang cantik, tampan, kemampuan berbicara yang indah. Nah ini yang membuat pemerintah memilih influencer ketimbang yang lain-lain," papar dia.

Baca juga: Jokowi Teken Perpres, Influencer hingga Tokoh Pemuda Dilibatkan dalam Pencegahan Ekstremisme

Beberapa tahun belakangan, pemerintah memang menggunakan influencer untuk menggaet partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan atau program.

Sebut saja promosi pariwisata pada awal 2020, lalu program vaksinasi.

Terkini, pemerintah melibatkan influencer dalam upaya pencegahan paham ekstremisme yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangi Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com