JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengeluhkan kondisi pandemi Covid-19 yang membuat dirinya tak bisa dijenguk keluarga.
Seperti diketahui, Edhy kini berstatus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tersangka kasus suap periinan eksospor benih lobster ini mendekam di Gedung Merah Putih KPK.
Edhy mengeluh sudah dua bulan tidak dapat bertemu langsung keluarga.
"Bagi saya tidak mudah. Saya butuh dukungan moral keluarga kalau bisa ya itu dijenguk langsung," kata Edhy usai diperiksa KPK, Kamis (21/1/2021) seperti dikutip Antara.
Baca juga: KPK Periksa Staf Istri Edhy Prabowo, Dalami Aliran Uang dari Eksportir Benih Lobster
"Saya minta tolong walaupun terbatas tidak banyak-banyak satu, dua orang termasuk ketemu lawyer saya karena saya butuh koordinasi," lanjut mantan politisi Partai Gerindra ini.
Menurut Edhy, bertemu dengan keluarga bisa menjadi suntikan moral untuk menghadapi proses hukum yang sedang dijalani.
"Kalau boleh untuk menguatkan, ya boleh dijenguk langsung dengan aturan Covid-19 kan boleh pakai masker, (tes) swab," ujar Edhy.
Ia pun juga meminta kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar memberikan izin kunjungan keluarga ke Rutan KPK.
"Kalau bisa mohon kepada pihak yang berwenang kepada Menkumham diberikan kesempatan perizinan kunjungan keluarga," tuturnya.
Sebelumnya Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut, KPK mengubah teknis mekanisme pertemuan tahanan dengan alasan pandemi Covid-19.
Dalam situasi pandemi, KPK tetap membolehkan kunjungan keluarga maupun penasihat hukum namun secara dalam jaringan.
"Kami tentu paham betul apa yang menjadi hak-hak tersangka maupun terdakwa sebagaimana hukum acara pidana yang berlaku. Sejauh ini, tidak pernah ada pembatasan hak tersebut, yang berubah hanya soal teknis mekanismenya saja karena alasan wabah Covid-19," kata Ali.
Baca juga: Periksa Edhy Prabowo, KPK Konfirmasi soal Telepon Genggam hingga Uang Sitaan
Dalam kasus ini, Edhy diduga menerima uang suap terkait izin ekspor benih lobster senilai Rp 3,4 miliar melalui PT PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito.
PT ACK diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui perusahaan tersebut dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Uang tersebut salah satunya dari PT DPP yang mentransfer uang Rp 731 juta agar memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.