"IMPIAN saya tentang Indonesia Merdeka adalah terbangunnya satu negara sebagai wahana bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kesejahteraan, kemajuan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya.
Negara demikian harus menyelenggarakan pendidikan yang luas dan meliputi berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat ilmu pengetahuan maupun teknologi, yang menghasilkan ahli-ahli dalam teori tetapi juga pakar-pakar yang cakap dalam praktik, seperti memimpin dan mengelola pabrik.
Namun, di samping itu juga kuat karakternya agar tidak sekadar menjadi alat atau agen bangsa lain."
Letnan Jenderal (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo, 7 Mei 2020
***
Innalillahi wa inna ilaihi rajiuunn...
Selamat jalan, Jenderal Sayidiman Suryohadiprojo (21 September 1927-16 Januari 2021).
Beristirahat selamanya di Taman Makam Pahlawan Utama, Kalibata, Jakarta pada Minggu, 17 Januari 2021.
Pembuka tulisan ini adalah nukilan dari sebuah tulisan delapan halaman yang dikirimkan almarhum Jenderal Sayidiman Suryohadiprojo kepada saya lewat pesan WhatsApp pada 9 Mei 2020.
Saya pasti bukan satu-satunya orang yang dikirimi almarhum tulisan ini. Akan tetapi, untuk saya, tulisan yang dikirim Pak Sayid, demikian saya memanggil almarhum, di masa kita semua sedang berkurung diri di tengah wabah pandemi Covid-19, sangat menggugah.
Tulisan yang memacu semangat kita yang sedang turun, untuk terus memelihara, merawat dan membesarkan Indonesia menjadi negara yang merdeka dalam arti yang sesungguhnya.
"Indonesia yang Saya Impikan", demikian judul tulisan itu, berarti dikirim tujuh bulan sebelum kepergiannya untuk selamanya, 16 Januari 2021, dalam usia 93 tahun lebih 4 bulan.
Pak Sayidiman tanpa kenal lelah seperti terbaca dalam semua tulisannya kembali mengingatkan dan berpesan untuk tak pernah lelah, amanah dan bekerja tulus membangun Indonesia, dalam segala bidang yang kita tekuni.
Tulisan ini pula yang sepuluh tahun lalu dikompilasi menjadi sebuah buku yang disunting St Sularto dan diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Judul buku itu Guru-guru Keluhuran: Rekaman Monumental Mimpi Anak Tiga Zaman.
Para tokoh diminta memberikan masing-masing tulisan inspiratif tentang apa mimpi dan harapan mereka sebagai anak tiga zaman. Zaman kolonial Belanda, kolonial Jepang dan kemerdekaan. Sungguh sebuah buku belajar mencintai dan berbuat untuk bangsa, bagi anak muda.
Penerbit Buku Kompas menempatkan tokoh-tokoh dalam kompilasi tulisan. Mereka adalah: Adrian B Lapian, BRA Mooryati Soedibyo, Ciputra, Conny Semiawan, Daoed Joesoef, Emil Salim, HAR Tilaar, Koento Wibisono Siswomihardjo, Mangombar Ferdinand Siregar, Melly G Tan, dan MT Zen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.