Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pemerintah Minta Tunda Pembacaan Keterangan Presiden di Sidang Uji Materi UU Cipta Kerja

Kompas.com - 18/01/2021, 12:02 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak pemerintah meminta majelis hakim konstitusi untuk menunda pembacaan keterangan presiden dalam sidang uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Senin (18/1/2021).

Perwakilan dari Kementerian Koordinator Perekonomian I Ketut Hadi Priatna mengatakan, penundaan itu dikarenakan pihaknya masih memerlukan waktu untuk menyiapkan keterangan presiden.

"Kami dari pihak pemerintah masih membutuhkan waktu, memerlukan waktu untuk menyusun keterangan pemerintah terhadap permohonan dari pihak pemohon," kata Ketut dalam sidang yang disiarkan secara daring, Senin (18/1/2021).

Baca juga: Sidang Uji Materi UU Cipta Kerja, Wakil Pemerintah Minta Pembacaan Keterangan Presiden Ditunda

Selain itu, lanjut Ketut, pihaknya juga menunggu jadwal dari para menteri agar bisa hadir di persidangan.

"Serta menyesuaikan dengan jadwal yang nanti rencananya akan dihadiri oleh para pimpinan kami," ujar dia.

Adapun gugatan tersebut dalam sidang kali ini dimohonkan oleh lima orang warga, terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.

Para pemohon mengajukan gugatan uji formil lantaran pengesahan UU Cipta Kerja dinilai melanggar prosedur pembentukan perundang-undangan.

Baca juga: KSPI Ancam Gelar Mogok Kerja Nasional jika Ada Kejanggalan Proses Uji Materi UU Cipta Kerja

"UU Cipta Kerja melanggar prosedur persetujuan dan pengesahan rancangan undang-undang sebagaimana diatur pada Pasal 20 Ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 72 Ayat (2) UU P3 (Peraturan Pembentukan Perundang-undangan)," tulis pemohon dalam berkas permohonannya yang diunggah laman resmi MK RI, sebagaimana dikutip Jumat (16/10/2020).

Pemohon menyoroti berubah-ubahnya draf UU Cipta Kerja.

Ketika UU tersebut disahkan pada 5 Oktober 2020, draf memuat 905 halaman.

Badan Legislasi DPR kemudian mengatakan bahwa draf 905 halaman itu belum final dan tengah dilakukan finalisasi. Selanjutnya, beredar draf RUU final yang memuat 1.035 halaman.

Setelah pemohon melakukan pengecekan antara RUU Cipta Kerja versi 905 halaman dengan versi 1.035 halaman, ditemukan adanya perubahan substansi.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU Cipta Kerja, KSPI Sebut Isu Investasi dan Ketenagakerjaan Tak Bisa Digabung dalam Satu UU

Perubahan itu tertuang dalam sejumlah pasal seperti Pasal 3 huruf c, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 Ayat (3) dan Ayat (5), hingga Pasal 9 Ayat (2) dan Ayat (3).

Setelahnya, pada 13 Oktober 2020, kembali terjadi perubahan, draf RUU Cipta Kerja menjadi 812 halaman.

"Bahwa perubahan draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah halaman 905 menjadi RUU Cipta Kerja dengan jumlah halaman 1.034 secara nyata dan terang benderang bukan terkait teknis penulisan, namun perubahan tersebut terkait dengan substansi materi muatan. Hal ini sudah melanggar ketentuan norma Pasal 72 Ayat (2) UU P3 beserta penjelasannya," tulis pemohon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Pendiri Mustika Ratu Mooryati Soedibyo Meninggal Dunia di Usia 96 Tahun

Nasional
Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada, KPU Siap Sempurnakan Sesuai Saran MK

Nasional
Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Bongkar Pemerasan SYL, Jaksa KPK Bakal Hadirkan Sespri Sekjen Kementan di Pengadilan

Nasional
MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

MK Minta Sirekap Dikembangkan Lembaga Mandiri, KPU Singgung Kemandirian Penyelenggara Pemilu

Nasional
Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Pelajaran Berharga Polemik Politisasi Bansos dari Sidang MK

Nasional
Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Prabowo-Gibran Akan Pidato Usai Ditetapkan KPU Hari Ini

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Penetapan Prabowo-Gibran Hari Ini, Ganjar: Saya Belum Dapat Undangan

Nasional
Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Bakal Dilantik 20 Oktober 2024

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | 'Dissenting Opinion' Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

[POPULER NASIONAL] Para Ketum Parpol Kumpul di Rumah Mega | "Dissenting Opinion" Putusan Sengketa Pilpres Jadi Sejarah

Nasional
Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com