Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Damar Juniarto
Praktisi Demokrasi Digital

Executive Director SAFEnet, alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online, pendiri Forum Demokrasi Digital, dan penerima penghargaan YNW Marketeers Netizen Award 2018.

Mengatur Penyiaran Digital Pascaputusan MK terkait Gugatan RCTI dan iNews

Kompas.com - 15/01/2021, 16:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kebanyakan pengaturan terkait OTT menyasar pada aspek bisnis ketimbang konten.

Adapun regulasi konten terbatas pada hal-hal yang dianggap amat berbahaya seperti ujaran kebencian atau pornografi anak.

Di luar itu, publik diharapkan memiliki kedewasaan untuk memilih konten yang dikonsumsi atau diproduksinya sendiri.

Kesadaran untuk membedakan implikasi sosial dan hukum dari aplikasi teknologi digital dan analog ini penting, agar kita tidak sembarangan menyamaratakan keduanya.

Pasalnya, menaruh OTT dalam definisi penyiaran dapat berdampak membunuh potensi dari OTT sebagai alat demokrasi maupun ekonomi.

Berkaca dari pengalaman sejumlah negara

Dalam merespons disrupsi yang diakibatkan oleh perkembangan OTT, negara-negara menggunakan dua jenis pendekatan regulasi yang berbeda terhadap OTT: menggunakan Paradigma Lama seperti di Thailand atau menggunakan Paradigma Baru seperti di Australia.

Regulator penyiaran dan telekomunikasi di Thailand, National Broadcasting dan Telecomm Commission (NBTC) meregulasi penyelenggara OTT agar mendaftarkan diri (mendapat lisensi) dan tunduk pada regulasi NBTC (Film and Video Act B.E. 2551), yang mengharuskan setiap produk film dan video melalui proses sensor.

Alih-alih membuat kerangka regulasi yang lebih sesuai dengan karakter teknologi dan fungsi sosial OTT, NBTC memilih menyetarakan OTT dengan penyiaran. Dengan cara ini, seolah kesetaraan atau keadilan usaha telah dicapai.

Padahal ia menyisakan banyak masalah yang antara lain bisa diidentifikasi dari dua pertanyaan. Mungkinkah secara teknologi pengawasan atau sensor atas OTT dilakukan secara menyeluruh (tidak hanya OTT yang memiliki pasar yang besar)?

Dan jika pun bisa, bagaimana memastikan pengawasan dalam bentuk sensor dan sanksi tanpa harus mengorbankan hak asasi manusia untuk berekspresi? Kita tahu, jawabannya hampir mustahil.

Tapi tentu, sebagian negara lain menempuh proses yang berbeda. Australia adalah salah satu yang menggunakan paradigma baru dalam mengatur layanan OTT.

Paradigma baru ini dicirikan oleh sikap regulator yang antisipatif dan penerapan kebijakan yang berangkat dari pemahaman memadai atas perbedaan konteks sosial teknologi antara OTT dan penyiaran.

Dalam sistem hukum Australia, konten internet diatur oleh Australian Communications and Media Authority (ACMA).

Lembaga ini mengeluarkan peraturan berdasarkan keputusan klasifikasi layanan OTT video dari Classification Act (1995) yang mengatakan bahwa layanan OTT dengan sistem berlangganan tidak dapat menggunakan pendekatan pengaturan yang sama untuk klasifikasi seperti penyiaran.

Oleh karena itu, layanan OTT video sejenis tidak tunduk pada peraturan untuk TV free-to-air, kabel atau satelit. OTT diatur menggunakan self-regulatory model, artinya penyelenggara OTT diharuskan mengatur dirinya sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
 ARDITO- Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

ARDITO- Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Sidang Sengketa Pilpres, KPU 'Angkat Tangan' soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Sidang Sengketa Pilpres, KPU "Angkat Tangan" soal Nepotisme Jokowi yang Diungkap Ganjar-Mahfud

Nasional
KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

KPU Anggap Ganjar-Mahfud Salah Alamat Minta MK Usut Kecurangan TSM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com