JAKARTA, KOMPAS.com – Artis Raffi Ahmad menjadi bahan pembicaraan karena kedapatan melanggar protokol kesehatan, kala menghadiri sebuah acara acara usai disuntik vaksin Covid-19 bersama Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/1/2021).
Raffi menjadi salah satu pesohor yang diundang untuk menerima penyuntikan vaksin Covid-19 perdana bersama Presiden Jokowi, lantaran dinilai memiliki pengaruh untuk meyakinkan masyarakat terhadap program vaksinasi Covid-19.
Sejumlah foto Raffi Ahmad menghadiri sebuah acara yang terlihat berkerumun tersebar di media sosial.
Baca juga: Istana Minta Raffi Ahmad Lebih Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan
Unggahan tersebut memancing sejumlah komentar termasuk dari aktris sekaligus penyanyi, Sherina Munaf.
Unggahan Sherina soal Raffi pun menjadi pembicaraan publik yang meluas sehingga menimbulkan respons negatif dari masyarakat.
Dokter sekaligus influencer Tirta Mandira Hudhi pun turut berkomentar atas perilaku Raffi. Ia mengatakan seharusnya Raffi membatasi kegiatannya setelah mendapatkan vaksin Covid-19 pada Rabu (13/1/2021).
Pembatasan kegiatan itu, kata dia, paling tidak dilakukan selama dua minggu.
"Jadi habis vaksin tuh harusnya dua minggu emang kegiatannya diminimalisir karena vaksin yang efektif itu kalau dilakukan dua kali dalam waktu dua minggu, booster namanya," kata Tirta kepada Kompas.com, Kamis (14/1/2021).
Terkait beredarnya foto Raffi yang tidak menggunakan masker saat bersama teman-temannya, Tirta menduga, terjadi karena kurangnya pengarahan dari pihak pemerintah setelah penyuntikan vaksin
Baca juga: Raffi Ahmad Foto Tanpa Masker Setelah Divaksin, Dokter Tirta: Harusnya Minimalisir Kegiatan
Evaluasi pemilihan influencer untuk vaksin
Tirta pun menyarankan pemerintah untuk melakukan evaluasi mengenai siapa influencer yang seharusnya mendapatkan vaksin perdana.
"Satgas Covid harus mengevaluasi pemilihan-pemilihan influencer agar tidak terjadi mispersepsi di masyarakat," ujarnya.
"Jadi seolah-olah dapat vaksin terus bisa seenaknya. Tapi ya itulah, terjadi miss komunikasi," ucap dia.
Hal senada disampaikan Epidemiolog Indonesia dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.
Menurut Dicky, pemilihan para tokoh tersebut seharusnya menggunakan data ilmiah yang melibatkan para ahli pandemi.