JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo resmi diserahkan Presiden Joko Widodo sebagai calon tunggal kapolri kepada DPR, Rabu (13/1/2021).
Apabila disetujui DPR, Listyo bakal menggantikan Jenderal (Pol) Idham Azis yang memasuki masa pensiun pada 1 Februari 2021.
Saat ini, jenderal bintang tiga itu menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Baca juga: Profil Listyo Sigit Prabowo, Eks Ajudan yang Jadi Calon Kapolri Pilihan Jokowi
Ia mulai menduduki posisi itu sejak 16 Desember 2019 menggantikan Idham Azis yang dilantik sebagai kapolri.
Selama menjabat, terdapat setidaknya tiga kasus besar yang ditanganinya.
Tak lama setelah dilantik, tim teknis yang dibawahi Listyo menangkap dua penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.
Dua pelaku yang merupakan anggota Polri, yakni Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, ditangkap di Cimanggis pada 26 Desember 2019.
"Tadi malam (Kamis malam), kami tim teknis bekerja sama dengan Satkor Brimob, mengamankan pelaku yang diduga telah melakukan penyerangan kepada Saudara NB (Novel Baswedan)," kata Listyo di Polda Metro Jaya pada 27 Desember 2019.
Baca juga: Pimpinan KPK Sebut Listyo Sigit Sosok yang Terbuka dalam Koordinasi dan Supervisi
Pelaku penyiraman air keras terhadap Novel akhirnya terungkap setelah lebih dari 2,5 tahun atau tepatnya terjadi pada April 2017.
Setelah melalui proses persidangan, Rahmat Kadir divonis 2 tahun penjara dan Ronny Bugis divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu pun telah berkekuatan tetap atau inkrah.
Baca juga: Perjalanan Kasus Novel Baswedan yang Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa (Bagian 1)
Meski demikian, masih banyak ketidakpuasan dalam penanganan proses hukum kasus ini, terutama terkait vonis hakim dan jalannya persidangan.
Salah satu kejanggalan yang dipermasalahkan para aktivis antikorupsi adalah tuntutan terhadap pelaku yang dianggap rendah, yaitu 1 tahun penjara.
Baca juga: Perjalanan Kasus Novel Baswedan yang Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa (Bagian 2)
Di bawah kepemimpinan Listyo, Bareskrim juga mengusut kasus pembobolan kas Bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif dengan tersangka Maria Pauline Lumowa.
Kasus ini sebenarnya telah ditangani oleh Mabes Polri pada tahun 2003. Tersangka lainnya pada kasus ini bahkan sudah divonis.
Namun, sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi, Maria kabur ke Singapura pada tahun 2003.
Baca juga: Buron Selama 17 Tahun, Ini Rekam Jejak Maria Pauline Lumowa
Maria diekstradisi dari Serbia dan akhirnya tiba di Indonesia pada Juli 2020.
Setelah itu, rangkaian kegiatan penyidikan pun dilakukan oleh Bareskrim. Kini, kasusnya mulai memasuki tahap persidangan.
Kasus selanjutnya terkait pelarian narapidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Pada Juni 2020, Djoko Tjandra sempat masuk ke Indonesia dan membuat e-KTP hingga mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke PN Jaksel.
Hal itu pun membuat heboh karena Djoko Tjandra kala itu berstatus sebagai buronan.
Baca juga: Komjen Listyo Sigit Calon Tunggal Kapolri, Begini Proses Uji di DPR
Akhirnya, Djoko Tjandra ditangkap di Malaysia pada 30 Juli 2020 setelah buron selama 11 tahun. Listyo dan tim menjemput langsung Djoko Tjandra untuk dibawa ke Tanah Air.
Setelah Djoko Tjandra tertangkap, pengusutan kasus oleh Bareskrim terkait pelarian buron kelas kakap itu masih berlanjut.
Total, Bareskrim menangani dua kasus. Pertama, kasus surat jalan palsu yang digunakan dalam pelarian Djoko Tjandra.
Kedua, kasus dugaan korupsi terkait penghapusan red notice di Interpol atas nama Djoko Tjandra.
Baca juga: Beda Keterangan Pinangki dan Rekan Djoko Tjandra di Pengadilan
Dua jenderal polisi juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim dalam kasus tersebut.
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte menyandang status tersangka di kasus red notice karena diduga menerima suap dari Djoko Tjandra.
Lalu, mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo menjadi tersangka di kedua kasus yang ditangani Bareskrim.
Sama seperti Napoleon, Prasetijo diduga menerima uang dari Djoko Tjandra terkait kasus red notice.
Sementara itu, di kasus lainnya, Prasetijo yang berperan menerbitkan surat jalan palsu untuk pelarian Djoko Tjandra tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.