JAKARTA, KOMPAS.com – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan eks Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty terhadap Presiden RI.
Gugatan itu terkait Keputusan Presiden Nomor 43/P Tahun 2020 yang memberhentikan Sitti dari jabatannya sebagai komisioner KPAI lantaran pernyataan Sitti yang menyebut perempuan bisa hamil karena berenang bersama laki-laki.
Awal mula kasus
Kasus ini bermula dari pernyataan Sitti yang menyatakan kehamilan bisa terjadi melalui sentuhan fisik secara tak langsung saat berada di kolam renang.
Baca juga: PTUN Jakarta Kabulkan Gugatan Mantan Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty
"Ada jenis sperma tertentu yang sangat kuat. Walaupun tidak terjadi penetrasi, tapi ada pria terangsang dan mengeluarkan sperma, dapat berindikasi hamil," ujar Sitti dikutip dari Tribunnews (21/2/2020).
Ketika itu Sitti juga menambahkan hal tersebut bisa saja terjadi terlebih jika perempuan tengah berada dalam fase masa subur.
“Kan tidak ada yang tahu bagaimana pria-pria di kolam renang kalau lihat perempuan,” ujar dia.
Pernyataan tersebut kemudian menuai kehebohan publik. Pada Senin (24/2/2020) Sitti akhirnya membuat permintaan maaf kepada publik.
"Saya meminta maaf kepada publik karena memberikan statemen yang tidak tepat," kata Sitti.
Ketika itu dirinya mengatakan pernyataan tersebut bersifat pribadi dan bukan dari KPAI.
Baca juga: KPAI Rekomendasikan Pemecatan Sitti Hikmawatty terkait Komentar Hamil di Kolam Renang
“Statemen tersebut adalah statemen pribadi saya dan bukan dari KPAI. Dengan ini saya mencabut statemen tersebut," ujar dia.
Merespons polemik yang muncul dari pernyataan Sitti, pemerintah pun membentuk dewan etik untuk menyidangkan perkara tersebut.
Pembentukan dewan etik
Dewan etik pun dibentuk melalui rapat pleno KPAI. Dewan etik tersebut terdiri dari Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Dewa Gede Palguna, mantan pimpinan Komnas HAM, Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo dan mantan Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Erna Wahyurini.
Dewan Etik KPAI kemudian memutuskan mengusulkan kepada Presiden RI untuk memberhentikan Sitti secara tidak hormat.