Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Hukum Ba'asyir dan Polemik Saat Akan Dibebaskan Jokowi...

Kompas.com - 08/01/2021, 08:15 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir saat ini telah berstatus bebas murni pada Jumat (8/1/2021) pagi, setelah menjalani hukuman di Lapas Khusus Kelas IIA Gunung Sindur.

Pendiri dan pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah ini diketahui bebas sekitar pukul 05.21 WIB.

Di usianya yang ke-82 tahun, ia telah mendekam di penjara selama 12 tahun. Adapun, Ba'asyir sudah merasakan berada di balik jeruji penjara sejak 2003.

Baca juga: Kesehatan Menurun, Abu Bakar Baasyir Dilarikan ke RSCM

Selama dalam masa tahanan, Ba'asyir juga diketahui beberapa kali menjalani perawatan di rumah sakit.

Terakhir, dia menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, pada 27 November 2020.

Perjalanan kasus hukum

Pada 2003, Ba’asyir dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan divonis penjara selama empat tahun.

Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, hakim menilai Ba'asyir melanggar Pasal 107 Ayat 1 KUHP karena berupaya menggoyahkan pemerintahan yang sah dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Ia masuk dan keluar wilayah Indonesia tanpa melapor ke pejabat keimigrasian. Saat itu Baasyir baru saja kembali dari pelariannya di Malaysia.

Baca juga: Abu Bakar Baasyir Sudah Bebas dari Lapas Gunung Sindur, Sedang dalam Perjalanan ke Solo

Ba'asyir diketahui melarikan diri ke Malaysia setelah divonis bersalah oleh Rezim Orde Baru lantaran tak mau mengakui asas tunggal Pancasila.

Ia divonis empat tahun penjara namun hanya menjalani masa hukuman selama 1,5 tahun karena adanya remisi masa hukuman.

Pada 2005 Ba’asyir didakwa terlibat dalam kasus Bom Bali I. Ia pun dinyatakan bersalah karena terbukti terlibat permufakatan jahat untuk melakukan aksi bom di Jalan Legian, Kuta, Bali.

Pengadilan memvonis Ba’asyir 2,5 tahun penjara. Namun Ba’asyir hanya menjalani masa hukuman selama dua tahun dua bulan.

Baca juga: Abu Bakar Baasyir Bebas, Ini yang Masih Akan Dilakukan BNPT

Baasyir akan kembali berdakwah begitu bebas, dikatakan putra bungsunya.Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO Baasyir akan kembali berdakwah begitu bebas, dikatakan putra bungsunya.
Empat tahun berselang, pada 9 Agustus 2010, Ba'asyir kembali ditangkap. Densus 88 mencegatnya di daerah Banjar Patroman, Jawa Barat.

Ia ditangkap paksa saat dalam perjalanan menuju Solo, Jawa Tengah. Ba’asyir ditangkap bersama dua belas orang yang mendampingi perjalanannya.

Saat itu, Ba’asyir didakwa atas dugaan keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok teroris di Aceh.

Pada 2011 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Ba’asyir dengan hukuman penjara selama 15 tahun. Kini ia terhitung telah menjalani masa hukumannya selama sembilan tahun.

Baca juga: Cerita di Balik Jeruji, Keseharian Abu Bakar Baasyir Sebelum Bebas

Hampir dibebaskan Jokowi

Amir Jemaah Ansharut Tauhid (JAT) itu sedianya hampir bisa menghirup udara bebas dengan proses pembebasan yang pernah berlangsung pada 2019.

Saat itu, mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra turut turun tangan dalam proses pembebasan Ba’asyir yang sempat disetujui Jokowi. Kala itu Yusril berkedudukan sebagai penasihat jukum pribadi Jokowi.

Menurut Yusril, inisiatif pembebasan Ba’asyir muncul dari Jokowi karena alasan kemanusiaan. Menurut Yusril, Presiden tak tega melihat kondisi kesehatan Ba’asyir di usianya senjanya.

Jokowi pun membenarkan bahwa ia telah menyetujui pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir.

Baca juga: Maju Mundur Pembebasan Abu Bakar Baasyir

Menurut Jokowi, Ba’asyir yang belum menjalani seluruh masa hukumannya dibebaskan karena alasan kemanusiaan.

"Ya yang pertama memang alasan kemanusiaan, artinya Beliau kan sudah sepuh (tua). Ya pertimbangannya pertimbangan kemanusiaan. Karena sudah sepuh. Termasuk ya tadi kondisi kesehatan," kata Jokowi pada 18 Januari 2019.

Namun, tiga hari berselang sikap pemerintah berubah 180 derajat.

Diwakili Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhkam) saat itu, pemerintah menyatakan pembebasan Ba’asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.

"(Pembebasan Ba'asyir) masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya. Seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," kata Wiranto pada 21 Januari.

Baca juga: Soal Wacana Pembebasan Baasyir, Manajemen Pemerintah Dinilai Buruk

Abu Bakar Baasyir dalam sebuah persidangan di Cilacap, Jawa Tengah, pada 2016 lalu.Ulet Ifansasti/Getty Images Abu Bakar Baasyir dalam sebuah persidangan di Cilacap, Jawa Tengah, pada 2016 lalu.
Keluarga Ba'asyir memang telah mengajukan permintaan pembebasan sejak tahun 2017. Alasannya, Ba'asyir yang divonis 15 tahun hukuman penjara sejak 2011 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu sudah berusia sepuh.

Kesehatannya pun semakin memburuk. Presiden, lanjut Wiranto, sangat memahami permintaan keluarga tersebut.

"Oleh karena itu, Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespons permintaan tersebut," ujar Wiranto.

Baca juga: Wacana Pembebasan Baasyir Dorong Warganet Bicarakan Golput

Esoknya, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyampaikan pernyataan resmi ihwal batalnya pembebasan Ba’asyir.

Moeldoko memastikan bahwa permintaan pembebasan bersyarat atas Abu Bakar Ba'asyir tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Sebab, Ba'asyir tidak dapat memenuhi syarat formil sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan lebih lanjut didetailkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

"Iya (tidak dibebaskan). Karena persyaratan itu tidak boleh dinegosiasikan. Harus dilaksanakan," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (22/1/2019).

Baca juga: Soal Pembebasan Baasyir, Yusril Sebut Tinggal Tunggu Momentum

Syarat formil bagi narapidana perkara terorisme, yakni pertama, bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya.

Kedua, telah menjalani paling sedikit dua per tiga masa pidana, dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit 9 bulan.

Ketiga, telah menjalani asimilasi paling sedikit setengah dari sisa masa pidana yang wajib dijalani.

Terakhir, menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan pemohon dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar kesetiaan pada NKRI secara tertulis.

Moeldoko melanjutkan, Presiden Joko Widodo sebenarnya menyambut baik permohonan Ba'asyir bebas.

Sebab, kondisi kesehatan Ba'asyir yang saat itu berusia 81 tahun terus menurun sehingga membutuhkan perawatan yang khusus.

"Dari sisi kemanusiaan, Presiden sangat memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Namun ya Presiden juga memperhatikan prinsip-prinsip bernegara yang tidak dapat dikurangi dan tidak dapat dinegosiasikan," ujar Moeldoko.

 Baca juga: Penanganan Baasyir Harus Jadi Pembelajaran Penting Pemerintah

Diisukan batal bebas karena enggan menandatangani dokumen tentang kesetiaan terhadap Pancasila dan NKRI, kuasa hukum Ba’asyir Mahendradata pun memberikan klarifikasi.

"Mengenai Ustaz (Ba'asyir) tidak mau menandatangani kesetiaan terhadap Pancasila, itu perlu saya jelaskan. Yang Ustaz tidak mau tanda tangan itu satu ikatan dokumen macam-macam," kata kuasa hukum Ba'asyir, Muhammad Mahendradatta, di Kantor Law Office of Mahendradatta, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).

Mahendradatta menjelaskan, salah satu dokumen itu adalah janji tidak melakukan tindak pidana yang pernah dilakukan, yakni turut serta membantu pelatihan militer untuk tindak pidana terorisme.

Mahendradatta mengungkapkan bahwa Ba'asyir tidak merasa melakukan tindak pidana tersebut.

Baca juga: Pengacara Baasyir Diminta Tak Berkelit soal Syarat Setia pada NKRI

Hal itu yang menjadi dasar Ba'asyir tidak ingin menandatangani dokumen tersebut. Dengan membubuhkan tanda tangannya, mengartikan bahwa Ba'asyir mengakui kesalahannya.

"Beliau tidak tahu itu latihan militer, dikira itu latihan persiapan untuk para mujahid yang ingin berangkat ke Palestina. Cuma itu saja, kemudian latihan-latihan yang bersifat dikatakan sosial," kata dia.

"Itu pengertian Ustaz, jadi kalau ada tuduhan bahwa ustadz sudah tahu dan membentuk angkatan perang dan lain sebagainya itu, Ustaz tidak pernah mau," ucap Mahendradatta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com