JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjadikan penuntasan perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat sebagai salah satu program prioritas kejaksaan di tahun 2021.
"Penyelesaian perkara dugaan pelanggaran HAM yang berat secara tuntas, bermartabat, dapat diterima oleh berbagai pihak, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Burhanuddin dalam keterangannya, Rabu (6/1/2021).
Program itu disusun dari hasil rapat kerja (raker) Kejaksaan RI tahun 2020 dan arahan Presiden Joko Widodo dalam raker tersebut.
Baca juga: Jaksa Agung Bentuk Tim Khusus Percepat Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat
Pada saat acara raker, Jokowi menyebut bahwa kejaksaan menjadi aktor kunci dalam penuntasan masalah pelanggaran HAM masa lalu.
Menindalanjuti arahan Jokowi, Jaksa Agung membentuk Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM yang Berat. Sebanyak 18 anggota tim tersebut telah dilantik pada 30 Desember 2020.
Burhanuddin pun meminta agar tim tersebut bekerja secara maksimal.
"Pembentukan Tim Khusus Penuntasan Dugaan Pelanggaran HAM yang Berat harus benar-benar berfungsi dan benar-benar menyelesaikan secara tuntas, bermartabat, dapat diterima oleh berbagai pihak, dan tentunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ucapnya.
Total, terdapat tujuh program prioritas kejaksaan di tahun 2021.
Baca juga: Pertama pada 2021, Kejaksaan Tangkap Buronan Kasus Korupsi Rp 22,45 Miliar
Selain penuntasan perkara pelanggaran HAM berat, program lainnya yakni, pendampingan dan pengamanan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), digitalisasi kejaksaan.
Kemudian, pengawasan dan penegakan disiplin, pembentukan kapasitas sumber daya manusia melalui pembangunan manajemen karir yang jelas, terstruktur, dan transparan serta pelatihan yang tematik.
Selanjutnya, penegakan hukum yang berkeadilan, serta memberikan manfaat, khususnya dalam upaya memulihkan korban kejahatan dan memperbaiki pelaku, serta penanganan perkara korupsi yang berkualitas dan berorientasi penyelamatan keuangan negara.
Selama ini, penuntasan kasus pelanggaran HAM berat kerap terkendala karena bolak-balik berkas antara Komnas HAM selaku penyelidik dan Jaksa Agung sebagai penyidik.
Baca juga: Jokowi: Pemulihan Korban Pelanggaran HAM Berat Jadi Tanggung Jawab Negara
Selain itu, pada tahun 2020, Jaksa Agung tersandung kasus karena menyebut kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat. sebagai perbuatan melawan hukum.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan gugatan keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II. PTUN menyatakan pernyataan Jaksa Agung tersebut sebagai perbuatan melawan hukum. Pascaputusan itu, Jaksa Agung mengajukan banding.
Menurut Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, upaya banding oleh Jaksa Agung menunjukkan negara belum memiliki kemauan politik (political will) dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat.
“Belum ada kemauan politik dari negara untuk memberikan hak kepada korban sesuai mandat UU 26/2000 tentang pengadilan HAM dan untuk mengakui adanya pelanggaran HAM berat di Indonesia yang perlu diselesaikan oleh negara,” ujar Fatia saat dihubungi Kompas.com, 5 November 2020.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.