Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Nilai Kebiri Kimia Tak Sesuai Prinsip HAM, Kementerian PPPA: UU Membolehkan

Kompas.com - 05/01/2021, 15:38 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar membantah pernyataan yang menyebut hukuman kebiri kimia yang baru saja diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 melanggar prinsip hak asasi manusia.

Menurut Nahar, hukuman kebiri kimia dalam PP merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

"(Hukuman kebiri kimia) semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa," kata Nahar kepada Kompas.com, Selasa (5/1/2021).

Baca juga: ICJR: PP Kebiri Kimia Memuat Banyak Permasalahan

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Sandra Moniaga menyebut hukuman kebiri kimia sebagai bentuk penyiksaan dan melanggar prinsip HAM.

Komnas HAM juga menilai, perlu ada pengkajian ulang atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dan PP Nomor 70 Tahun 2020 yang mengatur rinci hukuman tersebut.

Akan tetapi, Nahar menilai bahwa hukuman itu juga sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang HAM yang berlaku di Indonesia.

Nahar menjelaskan, dalam Pasal 73 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM tertulis bahwa hak dan kebebasan yang diatur dalam UU HAM hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan UU tersebut.

"Dengan demikian, UU HAM memperbolehkan pembatasan HAM seseorang. UU Nomor 17 Tahun 2016 juga telah disusun atas prinsip kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM Nilai Hukuman Kebiri Kimia Penyiksaan Tak Sesuai Prinsip HAM

Hal tersebut pula yang menjadikan hukuman tindakan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dilakukan.

Selain itu Nahar mengatakan, tidak semua pelaku kekerasan seksual akan dikenai tindakan kebiri kimia.

Ia menjelaskan, hanya pelaku yang pernah dipidana yang akan dikenakan tindakan kebiri kimia. Sebab, mereka melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.

Hal tersebut mengakibatkan jatuhnya korban lebih dari satu orang, luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.

"Artinya, pelaku tersebut telah melakukan kejahatan sangat serius yang melanggar Pasal 28B ayat (2) Konstitusi," kata dia.

Baca juga: Kementerian PPPA: Tidak Semua Pelaku Kekerasan Seksual Dikenai Tindakan Kebiri Kimia

Nahar mengatakan, diakui bahwa kejahatan seksual tidak sekadar masalah penetrasi alat kelamin.

Dengan demikian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak harus dibarengi dengan rehabilitasi.

Antara lain rehabilitasi psikiatrik, sosial, dan medik untuk menekan hasrat seksual pelaku.

"Tindakan kebiri kimia dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian," kata Nahar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com