JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 yang diteken presiden Joko Widodo baru-baru ini.
Adapun PP tersebut berisi tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia untuk pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Nurina menyebut, kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang mengerikan. Namun, menurut dia, menghukum pelaku dengan kebiri kimia hanya memperparah kekejaman.
Baca juga: Soal PP Kebiri Kimia, Moeldoko: Sebenarnya Masyarakat Sangat Diuntungkan
“Kebiri kimia paksa melanggar larangan mutlak penyiksaan, perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat di bawah hukum hak asasi manusia internasional.” kata Nurina dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (4/1/2021).
“Selain itu, tidak ada bukti bahwa ancaman kebiri kimia efektif untuk mencegah tindak kekerasan seksual terhadap anak.” ujar Nurina.
Nurina berpendapat, sejak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengizinkan kebiri kimia dikeluarkan oleh Presiden dan disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada tahun 2016, kasus pelecehan seksual terhadap anak tidak juga menurun.
Berdasarkan catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Nurina menyebut, setidaknya ada 350 kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur pada 2019.
Baca juga: Komnas PA: PP Kebiri Kimia Beri Kesempatan Eksekusi Pemberatan bagi Predator Seksual Anak
Data itu, kata dia, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016 yakni 25 kasus.
Oleh karena itu, Amesty International mendesak pemerintah untuk mencabut amandemen undang-undang yang mengizinkan kebiri kimia.
Amnesty berharap pemerintah fokus pada upaya yang benar-benar mencegah dan menangani kejahatan seksual seperti mengesahkan RUU Pemberantasan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Apalagi, Nurina menuturkan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB yang menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia atau Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT).
Selain itu juga, ada Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
“Larangan penyiksaan juga diatur dalam Konstitusi negara. Penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya juga dilarang keras menurut hukum internasional,” tutur Nurina.
Baca juga: Dukung PP Kebiri Kimia Predator Seksual, Komnas PA: Ini Hadiah untuk Anak Indonesia
Beleid yang diteken Presiden Joko Widodo pada 7 Desember 2020 tersebut merupakan peraturan turunan dari Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 2 ayat 1 di PP tersebut, pelaku persetubuhan terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bisa dikenakan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.