JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mengingatkan pemerintah untuk tetap memprioritaskan upaya pencegahan kekerasan seksual dalam memberikan perlindungan kepada anak.
Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan kebiri kimia disebut Diah lebih kepada upaya negara memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Namun, upaya pencegahan kekerasan yang komprehensif tidak boleh dipinggirkan.
Baca juga: ICJR: PP Kebiri Kimia Memuat Banyak Permasalahan
"Perlu penanganan juga secara komprehensif, mulai dari pencegahan dan pengalokasian anggaran. Karena kalau kita bicara KPAI atau LPSK selalu soal anggarannya kecil," kata Diah saat dihubungi, Senin (4/1/2021).
"Pengalokasian anggaran sebagai bentuk government will. Sekarang kita mau ngomong ini dan itu tapi tidak ada budgeting-nya ya mau bagaimana," ujar dia.
Soal PP Kebiri Kimia yang baru diteken presiden itu, Diah berharap pelaksanaannya diiringi dengan rehabilitasi psikologis.
Baca juga: Kementerian PPPA Harap PP Kebiri Kimia Beri Efek Jera Pelaku Kekerasan Seksual Anak
Harapannya, agar efek jera dari hukuman kebiri kimia betul-betul terasa, sehingga pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi.
"Agar target hukuman ini membuat pelaku takut dan tidak mengulangi harus dijabarkan secara praktis tentu dalam kerangka medis. Karena implikasi terhadap pelaku kan biologis. Selain itu, perlu rehabilitasi psikologis baik kepada pelaku maupun korban," ujarnya.
Ia pun menunggu hadirnya peraturan yang berisi prosedur teknis tentang pelaksanaan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak.
Diah mengatakan, pelaksanaan hukuman kebiri kimia itu harus berlandaskan referensi medis, sehingga dapat dilakukan dengan baik dan tepat.
Baca juga: KPAI: PP Kebiri Kimia Predator Seksual Anak Beri Kepastian Hukum
Di dalam PP 70/2020 sendiri disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan kebiri kimia akan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
"Harus ada panduan soal obat apa yang digunakan, siapa yang akan melakukan, perlu ada referensi medis untuk menjalankan hukuman ini dengan peraturan yang lebih praktis," kata Diah.