Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyebaran Covid-19 yang Kian Tak Terkendali...

Kompas.com - 03/01/2021, 14:51 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com – Penularan Covid-19 di Indonesia kian parah. Di awal tahun 2021, masyarakat Indonesia harus menghadapi kabar tak sedap.

Dikutip dari Kompas.id, rekor rasio kasus positif (positivity rate) Covid-19 mencapai 29,46 persen pada Jumat (1/1/2021). Itu berarti 1 dari 3 orang yang diperiksa terkonfirmasi positif Covid-19.

Angka positivity rate itu didapat dari jumlah penambahan kasus yang sebanyak 8.072 dari pemeriksaan terhadap 27.401 orang. 

Adapun dalam sepekan terakhir dari rata-rata 34.164 orang yag diperiksa ditemukan 7.310 kasus positif yang menunjukkan rasio kasus positif sebesar 21,4 persen.

Positivity rate (rasio kasus positif) idealnya di bawah 5 persen. Kalau lebih dari 10 persen artinya situasi pandemi tidak terkendali akibat tes, lacak, dan isolasi tidak memadai. Kalau lebih dari 20 persen, artinya selain penyebaran tidak terkendali juga sudah terjadi outbreak besar. Sangat serius,” tutur epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman seperti ditulis Kompas.id, Sabtu (2/1/2021).

Dicky mengatakan, saat ini banyak warga yang tertular, padahal sudah menerapkan protokol kesehatan dan tinggal di rumah.

Menurut dia, situasi ini terjadi di banyak negara lain, seperti di New York, Amerika Serikat, saat puncak gelombang pertama.

Studi epidemiologi yang dilakukan menunjukkan, penularan di dalam rumah bisa terjadi jika tingkat penularan sangat masif.

Baca juga: Satgas Sebut Positivity Rate Covid-19 di Depok Sudah Capai 30 Persen

Positivity rate di atas 20 persen artinya virusnya ada di mana-mana dan orang yang membawanya umumnya tidak menyadari telah terinfeksi,” kata Dicky.

Kemungkinan penularan dengan tingginya rasio kasus positif bisa berasal dari anggota keluarga yang masih sering keluar rumah seperti anak-anak, pembantu, atau sopir.

Kemungkinan lain, ialah ketika sesekali keluar rumah, misalnya ke warung, atau ATM. Bahkan berdasarkan penelitian, penularan bisa terjadi di dalam elevator walaupun di sana tidak ada orang lain. Ada juga penularan melalui kamar mandi dan saluran limbah.

Dengan tingkat penularan seperti saat ini, setiap orang harus beranggapan bahwa orang lain di luar rumah telah membawa virus.

Protokol kesehatan dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) amat penting, tetapi itu tidak bisa memutus rantai penularan jika tidak didukung peningkatan tes, lacak, dan isolasi.

Layanan kesehatan kolaps

Tanpa ada langkah komprehensif ini, laju penularan dikhawatirkan akan terus meninggi sehingga menyebabkan rumah sakit tak lagi bisa menampung pasien.

Bahkan, tanda-tanda kolapsnya layanan kesehatan mulai terlihat saat ini dengan sulitnya pasien menapatkan tempat perawatan, khususnya ruang perawatan intensif (ICU) untuk pasien Covid-19.

Irma Hidayana dari Lapor Covid-19 mengatakan, seiring penuhnya layanan rumah sakit untuk pasien Covid-19, timnya menerima banyak keluhan warga tentang sulitnya mencari ruangan perawatan.

Baca juga: Positivity Rate Covid-19 Terus Naik, IAKMI Sarankan Kembali Perketat PSBB

”Kesulitan mencari tempat perawatan terutama di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi), Jawa Timur, dan Jawa Tengah,” katanya.

Di DKI Jakarta, meskipun terdapat laman dari pemerintah daerah yang menyediakan informasi ketersediaan kamar di rumah sakit rujukan, akurasinya sering meleset.

”Beberapa kali di mana data di web menunjukkan bahwa kamar atau ICU masih tersedia, tetapi ketika kami hubungi, ternyata hampir semua penuh,” katanya.

”Masyarakat saat ini membutuhkan informasi, mana rumah sakit yang kosong sehingga tidak harus menghubungi satu per satu dan ditolak juga,” ucapnya.

Kembali Ketatkan PSBB

Sementara itu, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono menyatakan tak ada pilihan selain menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat.

PSBB yang diterapkan tak bisa lagi sebatas transisi seperti sekarang, tetapi seperti penerapan PSBB di DKI Jakarta pada awal pandemi.

Itu artinya mobilitas orang sangat dibatasi sehingga pusat perbelanjaan dan hiburan kembali ditutup untuk mencegah terjadinya kerumunan.

Pandu mengatakan setidaknya PSBB ketat seperti itu harus dilakukan di Pulau Jawa dan Bali selama sebulan untuk menurunkan tingkat penularan.

Baca juga: 629.429 Kasus Covid-19 dan Positivity Rate yang Kian Mengkhawatirkan

“Dan ini harus dipimpin langsung pemerintah pusat, Presiden, tidak bisa lewat Satgas karena kerap kali apa yang diperintahkan Satgas tidak dijalankan. Giliran diperintah Presiden baru jalan,” kata Pandu.

Ia meminta pemerintah tak perlu mengkhawatirkan perekonomian kembali menurun dengan memberlakukan PSBB ketat sebab saat ini yang harus diutamakan adalah penanganan wabah.

Ia pun meyakini perekonomian tetap berjalan meskipun kembali diterapkan PSBB ketat sebab yang dibatasi hanya pergerakan orang, bukan barang.

“Dan yang terpenting semakin cepat wabah pulih, semakin cepat pula perekonomian pulih,” lanjut Pandu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com