"Selain itu, juga harus tunduk pada serangkaian prosedur, dan bentuknya melalui tindakan penapisan atau pemblokiran, bukan dalam bentuk larangan publik untuk mengakses, dengan disertai ancaman tindakan pemidanaan," jelasnya.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, Ade menilai, semestinya Kepolisian memperbarui maklumat atau setidaknya mencabut ketentuan Pasal 2d.
Hal tersebut semestinya dilakukan untuk memastikan setiap tindakan hukum yang dilakukan sejalan dengan keseluruhan prinsip negara hukum dan HAM.
Baca juga: Komunitas Pers Minta Pasal 2d Maklumat Kapolri Terkait FPI Dicabut, Ini Alasannya
"Termasuk konsistensi dengan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian sendiri," tuturnya.
"Bangsa ini tentunya tidak ingin kembali menjadi bangsa tertutup, yang secara ketat dan sewenang-wenang mengatur informasi yang dapat diakses oleh warganya," tutup Ade.
Adapun Maklumat Kapolri menyebut empat hal terkait Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Pertama, masyarakat tidak terlibat secara langsung ataupun tidak langsung untuk mendukung memfasilitasi kegiatan ataupun penggunaan atribut dari FPI;
Kedua, masyarakat segera melapor kepada aparat bila menemukan ada suatu kegiatan simbol FPI maupun atribut, serta tidak melaksanakan tindak pelanggaran hukum;
Ketiga, mengedepankan Satpol PP yang didukung oleh Polri dalam memberikan penertiban di lokasi yang terpasang adanya spanduk/banner atau atribut pamflet dan hal lain yang terkait dengan FPI;
Keempat, masyarakat tidak mengakses atau mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait front pembela Islam baik melalui website maupun media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.