Kasus tidak diambil alih
Beberapa hari setelahnya, giliran KPK yang melakukan gelar perkara kasus Djoko Tjandra dengan Polri dan Kejagung di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada 11 September 2020.
Pelaksanaannya dilakukan secara terpisah. Artinya, KPK melakukan gelar perkara dengan Bareskrim Polri terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan Kejagung. Gelar perkara itu juga merupakan bagian dari wewenang koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK.
Setelah melakukan gelar perkara, pimpinan KPK menyatakan pihaknya belum memutuskan mengambil alih penanganan perkara Djoko Tjandra dari Kejagung dan Polri.
Baca juga: Jokowi Sebut Pemberantasan Korupsi Tak Boleh Padam, ICW: Kami Bosan Dengar Narasi Kosong
Keputusan KPK tersebut dikritik oleh ICW yang menilai gelar perkara hanya sebagai pencitraan agar KPK terlihat serius menanggapi kasus Djoko Tjandra.
KPK kemudian menepis anggapan yang menyebut bahwa lembaga antirasuah itu tidak berani mengambil alih kasus Djoko Tjandra dari Polri dan Kejagung.
"Kami menghargai pandangan dari siapapun soal hal tersebut, termasuk tentu dari rekan-rekan di ICW. Namun perlu kami sampaikan bahwa ini bukan soal berani atau tidak berani pengambilan kasus dari APH (aparat penegak hukum) lain," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (14/9/2020).
Ali menegaskan, pengambilalihan kasus dari aparat penegak hukum lain harus berdasarkan ketentuan pada UU KPK.
Minta dokumen
Kini, kasus Djoko Tjandra yang ditangani oleh Polri maupun Kejagung sudah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kegiatan supervisi masih dilakukan oleh KPK. Terakhir, KPK meminta dokumen perkara Djoko Tjandra kepada Polri dan Kejagung.
Nawawi Pomolango sempat menuturkan, pihaknya belum menerima berkas kasus Djoko Tjandra meski sudah meminta dokumen tersebut sebanyak dua kali.
"Tim supervisi telah dua kali meminta dikirimkan salinan berkas, dokumen-dokumen dari perkara tersebut, baik dari Bareskrim maupun Kejagung, tapi hingga saat ini belum kami peroleh," kata Nawawi, Kamis (12/11/2020).
Baca juga: Kasus Jaksa Pinangki, KPK Belum Terima Permohonan Koordinasi dan Supervisi dari Kejagung
Menurutnya, dokumen itu dibutuhkan untuk ditelaah dengan dokumen-dokumen laporan masyarakat lainnya.
Lewat penelahaan itu, Nawawi menuturkan, KPK dapat membuka peluang untuk mengusut dugaan korupsi yang belum disentuh oleh Bareskrim dan Kejagung.
Seminggu kemudian, 19 November 2020, KPK akhirnya menerima dokumen kasus Djoko Tjandra dari kepolisian dan kejaksaan. KPK kemudian meneliti dan menelaah dokumen yang diterima tersebut.
Di samping itu, kegiatan supervisi lainnya yang masih dilakukan KPK adalah mengamati proses persidangan di Pengadilan Tipikor.
"Sejauh ini berdasarkan informasi yang kami terima, tim supervisi masih mencermati fakta-fakta persidangan di PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Ali Fikri, Jumat (18/12/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.