Di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia, masih merupakan tanda tanya besar mengenai kelanjutan dari produksi B-737 Max 8 dalam memperebutkan pasar penerbangan komersial dengan bermodalkan mesin yang irit BBM.
Merebaknya pandemi Covid-19 pada menjelang akhir tahun 2019 ke seluruh dunia tentunya juga merupakan catatan penting dari betapa besar peran dari perhubungan udara internasional dalam “menyebarkan” virus tersebut ke saentero jagad.
Hal yang pasti adalah banwa pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan industri penerbangan dunia, terutama Maskapai Penerbangan.
Bagi Indonesia sendiri ada sejumlah catatan menarik dari perkembangan dunia penerbangan di dalam negeri tercinta.
Beberapa tahun lalu Indonesia telah berhasil kembali menjadi negara dalam kelompok Kategori 1 penilaian FAA (Federal Aviation Administration) setelah lebih kurang 10 tahun berada dalam kelompok negara Kategori 2.
Ketika itu Indonesia dengan demikian banyak terjadi kecelakaan pesawat terbang, telah dinilai tidak memenuhi syarat keselamatan penerbangan internasional oleh ICAO (International Civil Aviation Organization).
Tidak itu saja, Indonesia telah berhasil menunjukkan pencapaian yang melebihi nilai “global average” pada audit ICAO terakhir tentang tingkat keselamatan penerbangan.
Sayangnya kesuksesan ini memunculkan catatan khusus ketika ICAO di akhir tahun 2019 melayangkan surat kepada otoritas penerbangan Indonesia berkait dengan selesainya pembangunan runway ke 3 di Soekarno Hatta International Airport.
Runway ke-3 Cengkareng dinilai ICAO tidak memenuhi syarat untuk digunakan bersamaan dengan runway di sisinya untuk penerbangan IFR (Intrument Flight Rules).
Berikutnya kesuksesan dalam membangun demikian banyak bandara di seluruh Indonesia meninggalkan beberapa catatan penting.
Masih digunakannya beberapa pangkalan militer yang merupakan “kawasan terbatas” untuk keperluan penerbangan sipil komersial yang sangat terbuka bagi publik, kiranya perlu dievaluasi kembali.
Keberadaan bandara Kertajati yang megah sekelas International Airport hingga kini masih belum berhasil memindahkan potensi bahaya lalu lintas penerbangan di Pangkalan Angkatan Udara Husien Sastranegara yang sudah sangat padat itu.
Terakhir isu tentang FIR Singapura, wilayah udara di atas kepulauan Riau yang masih berada di bawah otoritas penerbangan asing hingga kini masih belum terlihat perkembangannya, menyusul Instruksi Presiden di tahun 2015.
Catatan mutakhir yang patut menjadi perhatian para pencinta dirgantara adalah keberhasilan pesawat produksi nasional N-219 dalam meraih TS (Type Certificate) pada akhir tahun 2020.
Sebuah prestasi yang membanggakan kita semua dan diharapkan kebanggaan ini dapat juga tertanam dalam menjaga kualitas produksi nantinya serta jaminan ketersediaan suku cadang dalam menopang siklus after sales service-nya. Selamat untuk PTDI, Lapan, Bappenas, Kementerian Perhubungan dan seluruh jajarannya.