JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah permasalahan terkait Front Pembela Islam (FPI) dan pemimpinnya, Rizieq Shihab, menemui puncaknya kemarin, Rabu (30/12/2020).
Pemerintah pun resmi membubarkan organisasi kemasyarakatan yang berdiri pada 17 Agustus 1998 ini.
Keputusan pembubaran FPI dituangkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020.
Baca juga: Isi Lengkap SKB tentang Pembubaran dan Pelarangan Kegiatan FPI...
SKB ini berisi tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
Dengan demikian, FPI kini masuk dalam daftar ormas yang dilarang untuk beraktivitas pada era Presiden Joko Widodo, menyusul ormnas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan pada 19 Juli 2017.
Adapun, SKB pembubaran ini diteken tiga menteri dan tiga pejabat negara dengan rincian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
Kemudian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.
Baca juga: Sepak Terjang FPI, Dinyatakan Bubar Sejak 2019 hingga Jadi Ormas Terlarang...
Dalam pembubaran ini, pemerintah mempunyai enam alasan yang pada akhirnya membuat aktivitas FPI benar-benar selesai.
Dari enam alasan, tiga di antaranya bisa dibilang sangat krusial, yakni pemerintah beralasan jika FPI secara de jure sudah bubar sejak 21 Juni 2019.
Hal itu merujuk Keputusan Mendagri Nomor 01-00-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20 Juni 2019 dan sampai saat ini belum memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT.
Baca juga: Mahfud MD: Secara De Jure FPI Bubar 20 Juni 2019, tetapi Lakukan Aktivitas Langgar Ketertiban
Alasan berikutnya adalah ditemukannya 35 pengurus atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung diduga terlibat dalam tindak pidana terorisme. Sebanyak 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.
"Di samping itu, sejumlah 206 orang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 di antaranya telah dijatuhi pidana," ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (30/12/2020).
Padahal, sebenarnya kegiatan itu menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menunjukkan video yang menayangkan sejumlah anggota Front Pembela Islam (FPI) berbaiat kepada kelompok teror Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).
"Ini ada gambar pendukung," kata Mahfud MD, sesaat sebelum memperlihatkan tayangan video tersebut.
Baca juga: Pemerintah Tunjukkan Video Anggota FPI Berbaiat ke ISIS, Jadi Pertimbangan Pembubaran
Dalam video tersebut diperlihatkan anggota FPI mendukung baiat massal kepada ISIS di Makassar pada 25 Januari 2015.
Selain itu, pemerintah juga memperlihatkan video saat anggota FPI ada yang berorasi mendukung keberadaan ISIS.
Pemerintah memastikan atribut maupun simbol yang berkaitan dengan FPI benar-benar tidak boleh dipergunakan.
Ultimatum pun dikeluarkan pemerintah dengan meminta masyarakat melapor kepada aparat penegak hukum apabila ditemukan atribut dan simbol FPI.
"(Meminta kepada masyarakat) untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol dan atribut Front Pembela Islam," kata Eddy.
Baca juga: FPI Resmi Dibubarkan, Penggunaan Simbol hingga Atribut Dilarang
Pemerintah juga meminta kepada masyarakat supaya tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan yang membawa penggunaan simbol maupun atribut FPI.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery mendukung keputusan pemerintah yang membubarkan FPI.
"Sebagai Ketua Komisi III saya mendukung keputusan pemerintah tersebut demi kepentingan masyarakat yang lebih besar lagi," kata Herman dalam keterangan tertulis, Rabu (30/12/2020).
Herman mengatakan, keputusan pemerintah menjadi dasar aparat penegak hukum untuk mencegah FPI sebagai organisasi masyarakat tetap melakukan aktivitasnya.
Ia meminta aparat penegak hukum menjalankan keputusan pemerintah tersebut dengan tegas dan profesional.
"Aparat penegak hukum yang bertugas di lapangan bisa menjalankan keputusan pemerintah terkait FPI tersebut dengan tegas dan profesional karena ketegasan di lapangan inilah yang menjadi kunci efektif atau tidaknya keputusan pemerintah," ujar dia.
Baca juga: Soal Pelarangan FPI, Ketua Komisi III Minta Aparat Penegak Hukum Jalankan dengan Tegas
Setelah menerima pengumuman pembubaran, FPI sendiri langsung merancang strategis untuk melakukan perlawanan.
Salah satu skema perlawanan yang tengah disiapkan adalah menggugat keputusan pembubaran ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro mengatakan, langkah gugatan ini juga sebagaimana respons Rizieq ketika menerima informasi pembubaran FPI.
"Tanggapan Habib Rizieq, kita gugat saja ke PTUN, ini kan keputusan hukum, tetapi sebenarnya ini persoalan politik," ucap Sugito saat dihubungi Kompas.com, Rabu (30/12/2020).
"Jadi kita hadapi, kita enggak perlu tegang, politik itu tidak selamanya, kekuasaan itu tidak selamanya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.