Ajay diduga meminta uang Rp 3,2 miliar kepada pemilik sekaligus RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan untuk mengurus izin tersebut.
Berikutnya, KPK menangkap Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo, pada 3 Desember 2020.
Wenny diduga menerima suap dari sejumlah rekanan proyek di Banggai Laut yang jumlahnya telah melebihi Rp 1 miliar selama September-November 2020.
Suap itu diberikan setelah Wenny membuat kesepakatan dengan para rekanan serta mengondisikan pelelangan proyek infrastruktur di Banggai Laut.
Terakhir, KPK menggelar OTT pada 4-5 Desember terhadap sejumlah pejabat Kementerian Sosial.
KPK kemudian menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 Tahun 2020 di wilayah Jabodetabek.
Baca juga: Tumpukan PR Firli Bahuri dkk: Tangkap Harun Masiku hingga Pulihkan Kepercayaan Publik
Ia diduga menerima Rp 17 miliar yang merupakan fee dari perusahaan rekanan proyek pengadaan dan penyaluran bantuan sosial itu.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, empat OTT tersebut menunjukkan KPK masih memiliki taring di tengah keterbatasan akibat revisi UU KPK.
Zaenur menuturkan, dengan revisi UU KPK tersebut, sejumlah kewenangan KPK menjadi terbatas, termasuk dalam hal penyadapan.
"Khususnya kepada pegawainya, di tengah-tengah kewenangannya yang sudah sangat minim dengan dipretelinya kewenangan melalui revisi undang-undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, ini merupakan prestasi yang harus diapresiasi dari pegawai KPK," kata Zaenur.
Sementara itu, menanggapi penilaian ICW yang menganggap kinerja Komisi Antikorupsi merosot, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menilai, ICW mengbaikan upaya pencegahan yang telah dilakukan KPK.
Ghufron mengatakan, penilaian ICW tersebut tidak komprehensif karena hanya mengacu pada jumlah penangkapan yang dilakukan oleh KPK.
Baca juga: Sederet Catatan Persoalan Etik Pimpinan KPK dalam Setahun Kepemimpinan Firli Bahuri...
"Dalam pandangan ICW, KPK adalah 'Komisi Penangkap Koruptor' hanya ketika menangkap saja KPK dianggap bekerja dan berprestasi. ICW tidak melihat secara komprehensif kinerja semua lini tugas dan fungsi KPK, ICW mengabaikan kinerja pencegahan KPK," kata Ghufron, Selasa (29/12/2020).
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri tak ingin KPK di bawah kepemimpinannya dibandingkan dengan era sebelumnya.
Mengingat, KPK di eranya bekerja di tengah pandemi Covid-19. Sehingga, kinerja KPK sepanjang 2020 kurang optimal.
"Kami menyadari bahwa 2020 kondisi berbeda dari tahun sebelumnya, sehingga dalam hemat kami tidak elok kalau kita membandingkan apa yang terjadi tahun 2020 dengan tahun sebelumnya," kata Firli yang ditayangkan di kanal YouTube KPK RI, Rabu (30/12/2020).
Baca juga: Kinerja Penindakan KPK Era Firli Dinilai Merosot: Minim OTT, Kasus Besar Tak Tersentuh
Firli mengatakan, pandemi Covid-19 mempengaruhi tata kerja KPK, seperti menerapkan bekerja dari rumah (work from home).
"Tetapi pandemi ini tidak menyurutkan KPK dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.