Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumpukan PR Firli Bahuri dkk: Tangkap Harun Masiku hingga Pulihkan Kepercayaan Publik

Kompas.com - 26/12/2020, 13:22 WIB
Ardito Ramadhan,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu tahun sudah berlalu sejak Firli Bahuri dan kawan-kawan memulai kiprahnya sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.

Selama satu tahun, boleh jadi beberapa hal yang patut diapresiasi dari kiprah Firli dkk memimpin KPK.

Misalnya, ketika KPK menangkap dua menteri Kabinet Indonesia Maju yang dinilai sejumlah pihak menunjukkan KPK masih "bernapas" setelah dilemahkan lewat revisi UU KPK.

Baca juga: Satu Tahun Revisi UU KPK, Menanti Putusan Akhir Mahkamah Konstitusi...

Kendati demikian, satu tahun kepemimpinan Firli juga dinilai meninggalkan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.

Menangkap Harun Masiku

Harun Masiku boleh jadi merupakan orang yang paling dicari-cari saat ini. Eks caleg PDI-P tersebut adalah tersangka suap terkait pergantian antarwaktu yang menyeret eks komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan.

Keberadaannya terakhir diketahui pada Selasa (7/2/2020) di Bandara Soekarno-Hatta saat ia baru tiba dari luar negeri.

Keesokan harinya, KPK melakukan operasi tangkap tangan tetapi Harun tidak ikut diringkus.

Baca juga: Buron KPK di Era Firli: Nurhadi Ditangkap, Harun Masiku Masih Misteri

Harun kemudian masuk dalam daftar pencarian orang pada 17 Januari 2020 dan keberadaannya tidak diketahui hingga kini.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, kegagalan KPK meringkur Harun telah mengubah KPK menjadi lembaga yang tak disegani.

"Kegagalan KPK dalam meringkus Harun Masiku merupakan bukti ketidakmampuan Firli Bahuri memimpin lembaga anti rasuah tersebut. Sekaligus telah mengubah KPK menjadi lembaga yang tidak lagi disegani oleh para pelaku kejahatan," kata Kurnia, Kamis (12/11/2020)

Kurnia pun berpendapat, KPK bukannya tidak mampu menangkap Harun tetapi tidak mau karena KPK sebelumnya dapat menangkap para buron dengan cepat.

"Ambil contoh pada M Nazarudin, yang mana dalam kurun waktu 77 hari, KPK dapat meringkus yang bersangkutan di Kolombia," ujar dia.

Baca juga: Harun Masiku 300 Hari Buron, ICW: KPK Tak Lagi Disegani

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman menambahkan, KPK tidak hanya harus menangkap Harun tetapi juga mengusut kasus Harun secara lebih dalam.

Menurut Zaenur, hal itu akan menjawab keraguan publik akan KPK yang dianggap tidak lagi independen dan dapat diintervensi.

"Dugaan keterlibatan dari orang-orang lain yang memiliki keterkaitan dengan perbuatan pidana yang disangkakan kepada Harun Masiku, orang lain itu diduga berasal dari kalangan partai politik," kata dia.

Baca juga: Minta KPK Awasi Kebijakan di Tengah Pandemi, Mahfud: Kalau Perlu Menterinya Ditangkap

logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK.KOMPAS.com/DYLAN APRIALDO RACHMAN logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK.

Menuntaskan kasus besar

Selain kasus Harun Masiku yang diduga melibatkan sejumlah nama dari kalangan partai politik, KPK juga ditagih untuk menuntaskan sejumlah kasus besar lainnya.

Salah satu kasus yang menjadi utang KPK adalah kasus korupsi e-KTP. Menurut Kurnia, masih ada sejumlah politikus yang disebut terlibat dalam kasus ini tetapi belum diproses hukum.

Padahal, nama-nama politikus tersebut terpampang dalam surat dakwaan dua eks pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, yang kini berstatus terpidana.

"Di sana disebutkan spesifik namanya siapa, dugaan penerimaannya berapa, harusnya itu bisa ditindaklanjuti oleh KPK," kata Kurnia.

Baca juga: Kasus E-KTP, KPK Panggil Mantan Ketua Tim Teknis sebagai Tersangka

Di samping itu, KPK juga belum menerapkan pasal pencucian uang terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto yang telah dinyatakan bersalah dalam kasus ini.

Kasus besar lain yang menjadi tunggakan KPK adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang kerugian negaranya mencapai Rp 4,58 triliun.

KPK juga diminta mengembangkan kasus dugaan bantuan sosial Covid-19 yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari Batubara dengan menerapkan Pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur soal korupsi yang menyebabkan kerugian negara.

Baca juga: Bantahan Gibran soal Kabar Terlibat Penunjukan Vendor Tas Kain Bansos

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman pun telah menyerahkan bukti paket bantuan sosial yang tidak sesuai dengan anggaran dan ditengarai telah menyebabkan kerugian negara.

"Kami dan masyarakat tidak puas jika hanya dikenakan pasal suap sebagaimana rumusan Pasal 5 dan Pasal 12 E (UU Pemberantasan Tipikor)," kata Boyamin.

Senada, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah justru mendorong KPK untuk berani menerapkan Pasal 2 Ayat (2) UU Tipikor yang mengatur ketentuan hukuman mati bagi pelaku korupsi di tengah bencana.

"Kondisi obyektif yang menyertai terjadinya korupsi di Kemensos, baik uang korupsinya yang bersumber dari dana bansos maupun tempus delicti-nya yaitu pada saat keadaan darurat atau kondisi pandemi mewajibkan KPK untuk menerapkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo.

Baca juga: Jokowi: 2021 Kita Lanjutkan Penanganan Covid-19 dan Pemberian Bansos

Komisi Pemberantasan KorupsiDYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi

Mengembalikan kepercayaan publik

Merosotnya kepercayaan publik kepada KPK sepanjang tahun 2020 juga dinilai menjadi pekerjaan rumah bagi Firli Bahuri dan kawan-kawan.

Berdasarkan survei Litbang Kompas yang dirilis pada 23 Juni 2020, sebanyak 54,9 persen responden yakin pemberantasan korupsi oleh KPK akan lebih baik.

Angka tersebut menurun dibandingkan survei Litbang Kompas pada Januari 2020 di mana 76,8 responden masih yakin akan kinerja KPK.

Baca juga: Kepercayaan Publik ke KPK Turun 3 Persen, Ini Kata WP KPK...

Hasil survei sejumlah lembaga survei lainnya juga menunjukkan penilaian publik atas kinerja KPK menurun dibandingkan sebelumnya.

"Pekerjaan rumah di KPK itu intinya hanya satu, yaitu mengembalikan kepercayaan publik. Kenapa? Karena memang publik sudah jauh berkurang kepercayaannya kepada KPK seperti tercermin dalam banyak survei yang dilakukan oleh banyak lembaga," kata Zaenur.

Menurut Zaenur, ada beberapa faktor yang membuat kepercayaan publik tergerus. Faktor pertama, adanya perbuatan-perbuatan pimpinan KPK yang mencederai integritas seperti kasus helikopter Firli atau wacana pemberian mobil dinas.

Faktor kedua, KPK belum dipercaya dapat bebas dari intervensi kepentingan sejumlah pihak, khususnya kepentingan kekuasaan.

Baca juga: Dewas KPK Nilai Perbuatan Firli Bahuri Dapat Runtuhkan Kepercayaan Publik

Zaenur mencontohkan, publik masih bertanya-tanya mengenai keberadaan Harun Masiku yang berasal dari partai politik penguasa.

Untuk memulihkan kepercayaan publik, Zaenur pun mengingatkan pimpinan KPK untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran etik dan menjunjung tinggi nilai integritas.

KPK, kata Zaenur, juga harus dapat menunjukkan bahwa KPK independen dan tidak dipengaruhi oleh kekuasaan.

"Jadi memang sejauh KPK tidak dapat menunjukkan independensinya dari kekuasaan, apalagi dari partai yang berkuasa, kepercayaan publik akan susah untuk bisa pulih seperti semula," ujar Zaenur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Dewas

Nasional
Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Moeldoko Lantik Deputi IV dan V KSP, Isi Posisi Juri Ardiantoro dan Jaleswari Pramodhawardani

Nasional
Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Jokowi Soroti Minimnya Dokter Spesialis, Indonesia Rangking 147 Dunia

Nasional
Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Defisit Produksi Minyak Besar, Politisi Golkar: Ubah Cara dan Strategi Bisnis

Nasional
Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Airlangga: Jokowi dan Gibran Sudah Masuk Keluarga Besar Golkar

Nasional
Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Terima Kasih ke Jokowi, Prabowo: Pemilu Tertib atas Kepemimpinan Beliau

Nasional
1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

1 Juta Warga Berobat ke Luar Negeri, Jokowi: Kita Kehilangan Rp 180 T

Nasional
Kronologi Ganjar Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, KPU Telat Kirim Undangan

Kronologi Ganjar Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, KPU Telat Kirim Undangan

Nasional
Kala Hakim MK Beda Suara

Kala Hakim MK Beda Suara

Nasional
Usai Penetapan Presiden-Wapres Terpilih, Gibran Sambangi Warga Rusun Muara Baru sambil Bagi-bagi Susu

Usai Penetapan Presiden-Wapres Terpilih, Gibran Sambangi Warga Rusun Muara Baru sambil Bagi-bagi Susu

Nasional
Disebut Bukan Lagi Kader PDI-P, Gibran: Dipecat Enggak Apa-apa

Disebut Bukan Lagi Kader PDI-P, Gibran: Dipecat Enggak Apa-apa

Nasional
PKS Bertandang ke Markas Nasdem Sore Ini

PKS Bertandang ke Markas Nasdem Sore Ini

Nasional
Respons Anies Usai Prabowo Berkelakar soal Senyuman Berat dalam Pidato sebagai Presiden Terpilih

Respons Anies Usai Prabowo Berkelakar soal Senyuman Berat dalam Pidato sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Usai Puja-puji Pers, Prabowo Tiadakan Sesi Tanya Jawab Wartawan

Usai Puja-puji Pers, Prabowo Tiadakan Sesi Tanya Jawab Wartawan

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Kekayaan Prabowo Capai Rp 2 Triliun

Jadi Presiden Terpilih, Kekayaan Prabowo Capai Rp 2 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com