JAKARTA, KOMPAS.com - Satu tahun sudah masa kepemimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berlangsung sejak pertama kali menjabat pada 20 Desember 2019.
Firli bekerja bersama empat wakilnya, yakni Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Alexander Marwata.
Polisi aktif berpangkat komisaris jenderal itu sempat diragukan publik bisa memperkuat KPK. Lantas seperti apa sepak terjang kerja KPK di bawah kepemimpinan Firli?
Kompas.com mencatat, di bawah Firli ada enam Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada era kepemimpinan Firli.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah menjadi orang pertama yang terkena OTT di era Firli pada 7 Januari 2020.
Sehari setelah Bupati Sidoarjo, ada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan yang ditangkap KPK.
Ketiga, KPK menangkap Bupati Kutai Timur Ismunandar dalam OTT pada Kamis (2/7/2020).
Selain Ismunandar, KPK juga menangkap Ketua DPRD Kutai Encek Unguria dan sejumlah pejabat Pemkab Kutai Timur serta pihak swasta.
Empat bulan berselang, KPK kembali melakukan OTT terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu (25/11/2020).
Baca juga: OTT Menteri Edhy Prabowo, Terjerat Kasus Suap Izin Ekspor Benih Lobster
Edhy ditangkap bersama istri dan sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan sepulangnya dari kunjungan kerja di Honolulu, Hawaii.
Kelima, KPK melakukan OTT terhadap Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo pada Kamis (3/12/2020). Ada sebanyak 16 orang yang diamankan bersama Wenny kala itu.
Terakhir, KPK melakukan OTT terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) program Bansos Covid-19 di Kementerian Sosial pada Jumat (4/12/2020).
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, Mensos Juliari Batubara Ditahan KPK
Dari OTT tersebut akhirnya juga menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19.
Di Era kepemimpinan Firli, KPK masih menyisakan sejumlah nama daftar pencarian orang (DPO). Sebut saja yang paling mencuat di publik adalah nama Harun Masiku yang hingga kini belum tertangkap.
Mantan caleg PDI-P itu hingga kini masih berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pegantian antarwaktu anggota DPR.
Nama Harun terseret setelah KPK melakukan OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020.
Wahyu ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan seorang pihak swasta bernama Saeful.
Baca juga: KPK Diminta Evaluasi Tim Pemburu Harun Masiku
Sementara itu, Harun diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Diberitakan Kompas.com (11/1/2020), menurut Wakil Ketua KPK Lily Pintauli Siregar, Wahyu Setiawan diduga meminta uang hingga Rp 900 juta ke Harun.
Hampir satu tahun buron, Harun masih dan akan terus menjadi bahan perbincangan publik hingga dirinya tertangkap.
"Artinya kan kalau bicara mengenai kewajiban, maka kan harus ditunaikan. Sekecil apapun informasi pasti kami akan tindak lanjuti dan bergerak. Artinya kami tetap serius untuk mencari keberadaan mereka," kata Ali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/12/2020).
Ia menjelaskan, saat ini KPK masih memiliki lima nama yang masuk dalam DPO, termasuk DPO di era sebelum kepemimpinan Firli.
Pada era kepemimpinan Firli, kata dia, ada lima nama yang masuk DPO. Namun, KPK telah berhasil menangkap tiga nama DPO tahun ini, sehingga masih ada dua nama yang belum ditangkap.
Baca juga: KPK Pastikan Tetap Cari Harun Masiku
"Untuk tahun ini kan ada lima yang jadi DPO yaitu Samin Tan, Nurhadi, Hiendra, Rezky dan Harun Masiku. Nah, dari lima itu tahun ini sudah tertangkap tiga, yaitu Nurhadi, Hiendra, sama Rezky. Sekarang tinggal yang belum itu Samin Tan, dan Harun Masiku," jelasnya.
Kendati demikian, Ali juga menegaskan pihaknya akan tetap melakukan pencarian terhadap nama-nama DPO KPK sebelum 2020.
Adapun nama-nama DPO tersebut di antaranya Sjamsul Nursalim dan istrinya yaitu Itjih Nursalim. Lalu ada juga nama Izil Azhar.
Untuk diketahui, Sjamsul Nursalim dan istrinya dimasukkan DPO atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). KPK mengirimkan surat kepada Polri perihal DPO dua orang tersebut, September 2019.
Baca juga: KPK Optimistis Bisa Tangkap Harun Masiku
Sementara itu, nama Izil Azhar dinyatakan buron sejak Desember 2018. Izil ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi Rp 32,45 miliar bersama gubernur Aceh saat itu Irwandi Yusuf.
Ia pun mengakui bahwa KPK belum menemukan keberadaan Harun Masiku, meski sudah meminta bantuan dari Polri.
Meski demikian, Ali mengakui, KPK tak menemukan kendala dalam pencarian.
"Sejauh ini tidak ada kendala. Oleh karena itu kami memastikan pencarian para DPO tersebut saat ini masih tetap terus dilakukan," terang dia.
"Kami menyadari bahwa para DPO yang belum berhasil di tangkap tersebut merupakan tanggung jawab KPK," sambungnya.
Sementara itu, diberitakan Kompas.com pada Jumat (13/11/2020), Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik kegagalan KPK yang tak kunjung menangkap Harun Masiku.
Kala itu, ICW mengomentari KPK yang tak kunjung berhasil menangkap Harun setelah 300 hari dinyatakan buron.
Baca juga: Harun Masiku 300 Hari Buron, ICW: KPK Tak Lagi Disegani
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, kegagalan KPK meringkus Harun telah mengubah KPK menjadi lembaga yang tidak lagi disegani.
"Kegagalan KPK dalam meringkus Harun Masiku merupakan bukti ketidakmampuan Firli Bahuri memimpin lembaga anti rasuah tersebut. Sekaligus telah mengubah KPK menjadi lembaga yang tidak lagi disegani oleh para pelaku kejahatan," kata Kurnia.
Menanggapi komentar singgungan terhadap KPK, Ali mengaku KPK telah bekerja sama dengan Polri untuk mencari keberadaan para DPO.
Menurutnya, Polri telah menyampaikan ke setiap Polsek untuk ikut membantu pencarian DPO salah satunya Harun Masiku.
"KPK sudah bekerja sama dengan Mabes Polri untuk mencari keberadaan tersangka ini. Karena jaringan Polri juga sudah sampai ke Polsek-polsek. Tapi memang kenyataannya kan belum tertangkap," ujarnya.
Oleh karena itu, ia juga mengajak masyarakat berperan serta dalam mencari keberadaan para DPO.
Baca juga: Harun Masiku Belum Tertangkap, ICW: KPK Bukan Tidak Mampu, tetapi Tidak Mau
Pihaknya berharap, masyarakat dapat melapor apabila melihat atau mengetahui keberadaan DPO dengan cara menghubungi kantor kepolisian terdekat maupun melalui call center KPK 198.
Selain itu, KPK juga telah menyampaikan informasi mengenai DPO di website. Masyarakat dapat melihat foto, nama, hingga perkara dari para DPO KPK.
"Nama-nama dan foto dari DPO sudah ada atau sudah di-publish di website KPK. Sudah ada itu di sana terkait identitasnya. Peran serta masyarakat sangat diharapkan. Untuk itu jika ada informasi tentang keberadaan yang bersangkutan disilahkan sampaikan kepada KPK," jelas Ali.
Nurhadi ditangkap bersama dengan menantunya Rezky Herbiyono pada Senin (1/6/2020) malam.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, Nurhadi dan Rezky ditangkap di sebuah rumah kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
"(Ditangkap) di daerah Jakarta Selatan, daerah Simprug," kata Nawawi kepada Kompas.com, Selasa (2/6/2020).
Baca juga: KPK Sebut Eks Sekretaris MA Nurhadi Dibantu Saudaranya Selama Buron
Adapun Nurhadi dan Rezky merupakan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA. Keduanya berstatus buron sejak Februari 2020.
Empat bulan berselang, buronan dalam kasus yang sama yaitu Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto berhasil ditangkap KPK.
Penangkapan tepatnya dilakukan pada 29 Oktober 2020. Dalam kasus ini, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Pada perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Hiendra untuk mengurus perkara itu.
Berikut deretan DPO KPK hingga era Firli:
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.