Penindasan teknologi dengan tujuan untuk mengalahkan kelompok kritis yang menolak kebijakan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan hak sipil terlihat umumnya dalam bentuk pengambilalihan akun WhatsApp dan media sosial, robo-call dari nomor asing, doxing, hacking website, trolling daring dengan mobilisasi dipimpin oleh influencer politik dan dibantu oleh troll farm dan akun-akun bot.
Situasi ini memprihatinkan karena jika media sosial yang digunakan sebagai alat represi (E. Morozov, 2012) semakin meningkat, maka akan mengarah pada kehancuran demokrasi.
Optimisme bahwa kelompok-kelompok yang memperjuangkan hak-hak sipil di Indonesia mampu berjuang mengatasi situasi ini diperlukan mengingat mereka menyadari delusi demokrasi yang diiming-imingi oleh pemerintahan populis yang telah dibajak oleh kepentingan oligarki tersebut.
Front perjuangan rakyat yang dibangun lintas organisasi dan lintas sektor dengan menggandeng jaringan akademisi kini berupaya membuka mata banyak masyarakat Indonesia dari bahaya yang ada di depan mata, ketika demokrasi diprediksi akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang baik dan tanpa beban tetapi sebaliknya malah mempraktikkan kebijakan publik yang mencerminkan demokrasi illiberal.
Optimisme yang sama juga dibutuhkan di tengah upaya gerakan prodemokrasi di Indonesia yang kini harus berhadapan langsung dengan teknologi komunikasi yang dulunya berperan sentral dalam menumbangkan kediktatoran Soeharto (David T. Hill dan Krisna Sen, 2005), memperkuat gerakan antikorupsi dan gerakan tani, namun kini menjadi ancaman bagi demokrasi, selain ancaman fisik yang mereka hadapi.
Mereka berjuang untuk membuka mata masyarakat Indonesia dari propaganda pemerintah di dunia maya yang telah memanipulasi informasi dengan teknik propaganda komputasi dan jargon kampanye populis yang memutarbalikkan kenyataan seperti yang masih terlihat dalam situasi penanganan Covid-19 hingga merespons pernyataan kemerdekaan Papua Barat pada awal Desember 2020.
Masih belum pasti bagaimana kondisi demokrasi tahun depan, yang jelas sekarang demokrasi di Indonesia akan semakin sulit dipertahankan. (*Damar Juniarto adalah Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Online Freedom of Expression)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.