JAKARTA, KOMPAS.com – Menjelang akhir tahun 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri menahan dua menteri Kabinet Indonesia Maju yang mereka tetapkan sebagai tersangka.
Keduanya yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Menteri Sosial Juliari Batubara.
Kedua menteri itu ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam waktu berdekatan.
Melalui operasi tangkap tangan (OTT), Edhy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur tahun 2020 pada 25 November.
Baca juga: Dua Menteri Tersangka Korupsi, Muhammadiyah: Budaya Korupsi Masih Subur
Kemudian, pada 6 Desember 2020, KPK menetapkan Juliari sebagai tersangka penerima suap dalam program bantuan sosial terkait pandemi Covid-19.
Hingga saat ini, kursi menteri yang ditinggalkan kader Partai Gerindra dan PDI Perjuangan itu masih kosong.
Untuk sementara waktu, Presiden Joko Widodo menunjuk pelaksana tugas untuk menggantikan Edhy dan Juliari.
Jokowi menetapkan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sebagai Pelaksana Tugas Menteri Kelautan dan Perikanan serta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sebagai Pelaksana Tugas Menteri Sosial.
Desakan reshuffle
Desakan agar presiden segera merombak atau reshuffle kabinet pun menguat.
Situasi negeri yang saat ini tengah menghadapi pandemi dianggap darurat sehingga pemerintah perlu bekerja cepat dan tepat.
Pelimpahan tugas menteri kepada pelaksana tugas akan memperlambat gerak pemerintah dalam menentukan kebijakan strategis.
"Supaya ada kepastian dan efek jera terhadap menteri, maka sudah sangat genting untuk melakukan reshuffle. Apalagi dalam kondisi serba sulit saat ini," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago, Selasa (8/12/2020).
Baca juga: Dua Menteri Tersangka Korupsi, KPK Didorong Segera Lakukan Pencegahan Agar Kasus Serupa Tak Terulang
Pangi berpendapat, kekosongan kursi Menteri KP dan Mensos bisa sekaligus jadi momentum bagi presiden melakukan perombakan menteri lain yang dianggap tidak memiliki performa yang baik.
Menurut dia, Jokowi harus membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah. Pangi mengatakan, presiden perlu memilih sosok yang betul-betul berintegritas.
"Tidak relevan lagi kita bicara menteri dari partai. Ini upaya penyelamatan. Menurut saya karena memang sudah tidak ada beban, kalangan profesional yang betul-betul berintegritas," ujar dia.
Baca juga: Dua Menteri Tersangka, Ini Skenario yang Mungkin Dilakukan Jokowi untuk Reshuffle Kabinet
Hal senada disampaikan Direktur Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah.
Ia mendorong presiden mempertimbangkan sosok dari kalangan professional untuk menggantikan posisi Edhy dan Juliari.
Alasannya, Dedi menilai menteri dari kalangan partai politik memiliki beban rekomendasi yang besar sehingga iklim kerjanya sulit terlepas dari kepentingan politik.
"Orientasi keterpilihan mereka menjadi anggota kabinet bukan karena faktor kapasitas, melainkan faktor dukungan dari parpol dan sepanjang pemerintah Presiden Jokowi, semua koruptor definitif atau bukan, di dominasi kader parpol," kata dia.
Sementara itu, pada Selasa (22/12/2020), Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan, perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Maju dipastikan segera dilakukan.
Namun, ia tak bisa memastikan waktu perombakan tersebut, apakah akan dilakukan sebelum pergantian tahun atau pada 2021, Donny tak menyebut secara pasti.
Baca juga: Istana Pastikan Presiden Jokowi Segera Reshuffle Kabinet
Bangun sistem pencegahan
Kendati penangkapan dua menteri tersebut mengguncang publik, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai, kinerja KPK di bawah kepemimpinan Firli selama satu tahun ini tak bisa dikatakan baik.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhan mengatakan, jumlah OTT KPK merosot tajam jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam periode yang sama.
Menurut Kurnia, hal ini disebabkan pengesahan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang membatasi proses penindakan dugaan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Empat OTT dalam 10 Hari, Gebrakan KPK Jelang Hari Antikorupsi Sedunia
Para komisioner KPK, yaitu Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Nawawi Pamolango, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli yang dilantik pada 20 Desember 2019 juga dianggap turut berperan membuat KPK mati suri.
“Kombinasi antara komisioner KPK dan UU KPK yang baru menciptakan KPK mati suri,” ujar Kurnia, Jumat (18/12/2020).
Ia pun mengingatkan bahwa masih banyak kasus tindak pidana korupsi yang sampai saat ini belum terselesaikan.
Kurnia mencontohkan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bank Century.
Selain itu, Kurnia menyinggung sejumlah orang yang masih jadi buronan KPK, seperti eks caleg PDI-P, Harun Masiku dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
“Padahal kita tahu KPK memiliki cukup kemampuan untuk meringkus buronan di mana pun mereka berada,” tutur dia.
Baca juga: Bantah Terlibat dalam Pengadaan Tas Bansos Kemensos, Gibran: Kalau Mau Korupsi Kok Baru Sekarang
Selain menyoroti KPK secara kelembagaan, Kurnia mengkritik Firli yang dianggap kerap melakukan gimik politik, misalnya saja saat Firli menunjukkan kebolehannya memasak nasi goreng di acara silaturahmi KPK.
Selain itu, Firli sempat mendampingi Juliari saat membagikan bantuan sosial bagi warga terdampak pandemi Covid-19.
Di berbagai peringatan hari-hari besar, Firli pun sering mengirimkan siaran pers.
“Kebiasaan Firli yang terkesan ingin menaikkan pamor individu dengan sering mengirimkan siaran pers di hari-hari besar tertentu. Itu kan hal-hal yang tidak dibutuhkan publik,” kata Kurnia.
Baca juga: Siapa Pengganti Edhy Prabowo dan Juliari Batubara?
Sementara itu, eks Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif dalam sebuah acara diskusi daring pada Senin (7/12/2020), mengatakan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Edhy dan Juliari membuktikan kegagalan KPK dalam membangun sistem pencegahan korupsi.
Ia pun mengingatkan KPK agar segera melakukan upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terjadi di kemudian hari.
“Setelah penindakan, langsung kita lakukan upaya-upaya pencegahan, misalnya sekarang ada penindakan di KKP dan di Kementerian Sosial, maka upaya-upaya pencegahan agar tidak terjadi hal serupa harus segera dilakukan," kata Laode.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.