PERTENGAHAN Juni 2020, Presiden Joko Widodo menunujukkan kemarahannya kepada sejumlah menteri. Banyak yang mengira akan ada perombakan kabinet atau reshuffle menyusul kemarahan Presiden. Namun, tak ada apa-apa.
Konon, reshuffle memperhitungkan Pilpres 2024. Benarkah?
Pertanyaan ini memang mengganjal. Mengapa kemarahan Presiden kala itu tidak diikuti perombakan menteri kabinet.
Saya kutip kembali pernyataan Presiden yang disampaikan dengan nada marah merespons lambannya langkah sejumlah menteri dalam menangani pandemi Covid-19.
"Bisa saja membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya. Entah buat perpu yang lebih penting lagi kalau memang diperlukan karena memang suasana ini harus ada. Kalau suasana ini, bapak/ibu tidak merasakan itu, sudah. Artinya tindakan-tindakan yang extraordinary keras akan saya lakukan," kata Presiden Jokowi kala memberikan arahan pada rapat terbatas di Istana Negara, 18 Juni 2020.
"Asal untuk rakyat, asal untuk negara. Saya pertaruhkan reputasi politik saya. Sekali lagi tolong ini betul-betul dirasakan kita semuanya. Jangan sampai ada hal yang justru mengganggu," kata Jokowi lagi.
Pernyataan Presiden itu direkam dalam sebuah video yang baru tersebar ke publik 10 hari kemudian, yakni pada 28 Juni 2020.
Banyak kalangan bertanya. Berbagai talkshow televisi membahasnya. Apa yang terjadi, kenapa tak diganti?
Beban berat mengurus berbagai persoalan di awal Pandemi disertai dengan rencana Pilkada yang menantang di tengah terus meningkatnya wabah ditengarai menjadi sebagian alasan tak dilangsungkannya reshuffle.
Tapi saat ini kondisinya berbeda. Pilkada serentak sudah selesai meski penanganan pandemi masih penuh dengan tantangan di sana sini.
Ada faktor tambahan lain yang bisa jadi menguatkan disegerakanya reshuffle, yaitu para “jagoan survei”. Ada sejumlah tokoh yang namanya biasa bertengger di daftar survei.
Ada sosok Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang masa jabatannya akan segera berakhir.
Risma akan mengakhiri jabatannya selama 2 periode memimpin Surabaya pada Februari 2021 nanti.
Namanya disebut-sebut sebagai kandidat kuat orang baru di kabinet menggantikan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara yang tersandung kasus dugaan korupsi bansos.
Ditanya soal ini, Risma mengatakan, ia tak pernah meminta jabatan. Menurutnya, memegang amanat itu amatlah berat.