JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Gusdurian mengeluarkan sembilan butir rekomendasi dan pandangan untuk negara mengenai tantangan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara.
Rekomendasi ini lahir dari Temu Nasional (Tunas) Jaringan Gusdurian yang diselenggarakan pada 7-16 Desember 2020 melalui virtual.
Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid mengatakan rekomendasi ini juga berkaitan langsung mengenai isu strategis seperti permasalahan pendidikan, menguatnya eksklusivisme beragama, meningkatnya eksploitasi sumber daya alam, hingga penanganan pandemi Covid-19.
"Dalam situasi pandemi Covid-19, situasi ekonomi nasional menghadapi tantangan naiknya jumlah pengangguran hingga 2,67 juta saat ini. Berbagai jenis usaha mengalami penurunan yang sangat drastis," ujar Alissa dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/12/2020).
Baca juga: Unggahan Guyonan Gus Dur, Kritik terhadap Polri, hingga Suara Gusdurian...
"Dari sisi pelaku usaha, sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), yang merupakan mayoritas usaha di Indonesia mengalami pukulan berat. Sementara kita masih harus menghadapi kondisi kemiskinan, ketimpangan, kesehatan, dan kualitas lingkungan hidup," sambung dia.
Adapun sembilan rekomendasi tersebut, meliputi:
1. Menegakkan kembali prinsip negara yang melindungi semua warganya, tanpa memandang perbedaan agama, suku, dan ras serta mempraktikan nilai kesetaraan bagi semua warga negara dalam praktik bernegara sesuai dengan konstitusi.
2. Memperkuat politik kewargaan dan mengawal terbukanya kembali diskursus tentang negara dan kewargaan. Masyarakat sipil perlu memperkuat basis sosial untuk menguatkan kontrol terhadap kekuasaan, agar struktur relasi dengan negara lebih transformatif sehingga posisi masyarakat sipil tidak semakin terkooptasi oleh negara.
3. Pemerintah dan DPR RI perlu mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Perubahan UU ITE, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), RUU Perlindungan Masyarakat Adat, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan RUU Perubahan UU HAM.
Pemerintah dan DPR RI juga harus melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memperkuat Lembaga Nasional HAM (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI).
Masyarakat perlu membangun sistem kontrol jalannya pemerintahan baik pusat dan daerah, sehingga kebijakan-kebijakan yang ada melindungi mereka yang lemah atau dilemahkan dan inklusif.
4. Perlu adanya pembaharuan paradigma pendidikan terkait arah dan pengelolaan hingga perbaikan kultur lembaga dalam kolaborasinya dengan masyarakat.
Hal tersebut perlu dilakukan agar sistem pendidikan Indonesia tidak lagi terdikte oleh kepentingan politik ekonomi global, melainkan konsisten pada dasar Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai agama, dan budaya lokal untuk masa depan bangsa Indonesia yang sejahtera, damai, adil, dan beradab.
5. Mendorong konsep "Pribumisasi Islam" sebagai metodologi pemikiran dan strategi gerakan sosial masyarakat untuk mewujudkan Indonesia berketuhanan, berkemanusiaan, bermartabat, dan berkeadilan.
Untuk itu, perlu disosialisasikan pandangan "Pribumisasi Islam tentang manusia sebagai subjek dan objek dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.