KOLOM BIZ
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Kedutaan China
Agus Suparmanto
Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.

70 Tahun Persahabatan Indonesia dan China, Momentum Mengeratkan Hubungan

Kompas.com - 16/12/2020, 20:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAI negara sahabat, Indonesia dan China sudah menua bersama dengan segala ragam dinamikanya. Pedih dan suka pun kerap dilalui bersama.

Dalam perjalanannya, persahabatan ini tentu diwarnai pasang surut. Ada kalanya kedua negara saling berpelukan erat, tetapi di saat yang berbeda menjaga jarak. Hal ini muncul karena ternyata kedua negara tidak selalu seragam dalam berpikir, mengingat kepentingan yang dibawa jelas berbeda.

Namun, semua tetap dalam kerangka pertemanan yang sudah terbangun lama.

Ada kalam hadis yang berbunyi, “Uthlubul ‘ilma walau bishshiin” yang berarti tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China.

Seperti dalam hadis tadi, Indonesia seharusnya menengok China dalam rangka menuai manfaat dan pelajaran, mengingat geliat ekonomi Negeri Tirai Bambu yang sangat agresif dalam beberapa dekade terakhir.

Namun, ketika kita menggandeng satu sahabat, tentu bukan artinya kita harus mengenyampingkan peranan sahabat yang lain.

Sebab, menjadi inklusif dan terbuka seakan sudah menjadi DNA Indonesia. Bahkan, ini beresonansi luas di wilayah ASEAN yang mengadopsi pendekatan dalam hubungan kerja samanya.

Sikap terbuka, baik secara regional maupun bilateral, seakan menjadi napas Indonesia dan ASEAN sehingga banyak teman yang berebut untuk masuk serta bercengkerama.

Hubungan antarnegara yang saling bertautan hingga kini tak lepas dari prinsip “gravitasi” dalam ekonomi dan perdagangan internasional. Model ini menyiratkan bahwa untuk dapat membina hubungan jangka panjang dan berkesinambungan, faktor jarak serta pasar menjadi penentu utama.

Kekuatan pasar

Di lihat dari sisi kekuatan pasar, tidak diragukan bahwa Indonesia dan China memiliki pasar yang luar biasa besar sehingga keduanya saling tarik-menarik. Namun, yang juga tidak kalah penting adalah variabel kedekatan.

Indonesia secara geografis memang tidak terlalu berjarak. Akan tetapi, hal yang ternyata lebih mendekatkan kedua negara adalah faktor jarak nongeografis, seperti kedekatan budaya, pendidikan, dan sejarah.

Sejarah kedekatan kedua negara bermula sejak era Presiden Soekarno dan Konferensi Asia Afrika pada 18-25 April 1955 yang dihadiri oleh Perdana Menteri Zhou En Lai. Kehadirannya pun semakin mempertegas hubungan persahabatan.

Pola iteratif tersebut kemudian membangun ikatan yang lebih kuat antara Indonesia dan China. Meski sempat beku pada 1967, hubungan Indonesia dan China menjadi semakin progresif setelah normalisasi pada 1990.

Pada era Presiden Joko Widodo, kerja sama Indonesia-China semakin terwujud ditandai dengan high level economic dialogue.

Tujuan dialog tersebut, untuk lebih mempererat hubungan kemitraan strategis antara kedua negara dalam berbagai bidang kerja sama ekonomi, seperti perdagangan dan investasi, infrastruktur, energi, serta keuangan.

Untuk Indonesia, China adalah pasar yang terbuka lebar. Berdasarkan data ekspor Indonesia, China hampir selalu memuncaki klasemen.

Bahkan, di masa pandemi Covid-19, ketika China mulai bangkit dan mengakselerasi ekonominya, Indonesia turut terdampak.

Moncernya kinerja ekspor Indonesia selama pandemi salah satunya berasal dari geliat permintaan China terhadap barang baku dan barang penolong dari Indonesia serta mayoritas negara ASEAN. Hal ini demi mendorong industri China yang masih suboptimal selama pandemi.

Adapun serenceng produk ekspor andalan Indonesia ke China antara lain minyak nabati, batu bara, ferro alloy, dan produk kertas.

Bagaimana dengan impor? Setali tiga uang, China juga memuncaki daftar negara asal impor Indonesia sebagaimana juga negara ini memuncaki daftar dunia.

Dengan efisiensi produksi, China menjadi pabrik besar dunia yang menyediakan hampir segala jenis produk kebutuhan. Beberapa produk impor asal China yang dominan adalah permesinan, elektronik, komponen elektrik, alloy steel, serta filamen.

Lantas, bagaimana keseimbangannya? Jika melihat data Indonesia hampir selalu tekor dengan China. Namun, sebagian besar dari produk yang kita impor adalah untuk barang baku dan barang keperluan industri.

Surplus

Di satu sisi, memang menyakitkan melihat tekornya neraca dagang kita. Namun, kita bisa melihat ongkos produksi industri kita berangsur turun karena mendapatkan barang modal dan baku yang memadai dan murah.

Dengan demikian, meski tekor dengan China, kita masih bisa untung besar di tempat yang lain. Ini adalah cara perdagangan internasional bekerja dalam satu rantai produksi yang saling terhubung.

Nyatanya, selama pandemi justru neraca dagang kita surplus tebal hingga 19,69 miliar dollar AS. Angka ini tertinggi sejak 2012.

Lebih lanjut, kita tidak mungkin membahas perdagangan tanpa membahas investasi karena keduanya secara simultan saling terhubung. Potensi investasi China ke Indonesia pun cukup besar.

Bahkan, berdasarkan laporan terbaru dari Fitch Solutions, proyek infrastruktur China di ASEAN tercatat paling banyak dikerjakan di Indonesia. Nilai proyek China di Indonesia sebesar 93 miliar dollar AS atau 36 persen dari keseluruhan proyek infrastruktur China yang dikerjakan di Asia Tenggara.

Salah satu proyek paling besar yang sedang dikerjakan China di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air Sungai Kayan senilai 17,8 miliar dollar AS.

Selain itu, beberapa proyek China yang cukup signifikan di antaranya Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), Bendungan Pelosika di Sulawesi Tenggara, dan Jembatan Surabaya Madura yang terinspirasi oleh Chongqing Chaotianmen Yangtze River Bridge.

Bahkan, pada tahun ini, kedua negara telah bekerja sama secara erat dalam bentuk pengiriman bantuan seperti alat pelindung diri (APD), testing kit, dan peralatan medis lainnya. Pandemi justru memunculkan peluang tumbuhnya sektor baru dengan semakin eratnya jalinan kerja sama industri farmasi kedua negara.

Meski sudah cukup progresif, tetap ada pekerjaan rumah. Hal yang menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi Indonesia adalah meningkatkan daya saing serta penetrasi produk kita di pasar China. Walaupun menjadi negara terbesar di ASEAN, nyatanya dari sisi peringkat lalu lintas perdagangan dengan China, Indonesia masih takluk dari Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Singapura.

Fakta tersebut adalah pekerjaan terbesar kita sebagai bangsa dan tentunya pemerintah sudah mawas diri serta awas atas segala hambatan serta peluang yang mendera.

Investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan pembangunan ekosistem berkelanjutan melalui omnibus law adalah beberapa langkah pemerintah untuk bisa menangkap peluang yang terserak.

Momentum

Sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo, masa pandemi justru menghadirkan peluang. Momentum efisiensi kerja dan limpahan manfaat dari jaringan rantai produksi regional yang sedang mencari keseimbangan baru, jangan sampai terlepas lagi.

China dalam hal ini bisa menghadirkan peluang limpahan momentum tersebut. Apalagi, mereka sedang menanjak ke level selanjutnya, yaitu menciptakan produk berteknologi tinggi.

Dengan demikian, China meninggalkan ceruk peluang yang menganga lebar pada produk yang kategorinya menengah ke bawah. Indonesia bisa mengisi peluang tersebut sehingga bisa lebih berpartisipasi dengan jaringan rantai produksi China.

Hal tersebut juga bisa terlihat dari data trade complementary index yang menunjukkan produk Indonesia dan China semakin lama semakin komplementer alias bisa saling melengkapi.

Pertanyaannya, apakah produksi Indonesia akan mandek dalam kategori produk menengah ke bawah? Jawabannya tergantung terhadap usaha kita sendiri.

Belajar dari China, mereka pernah menjadi negara tier kedua dalam jaringan rantai produksi Jepang sebagaimana dideskripsikan dalam model angsa terbang Akamatsu (Akamatsu flying geese model).

Namun, sebagaimana yang kita lihat, China kini sudah bisa mencorong dengan jaringan produksi mereka sendiri dan bahkan menjadi kiblat produksi baru.

Jika kita mampu menangkap tumpahan kapasitas teknis dan teknologi sebagai akibat keterlibatan dengan rantai produksi tersebut, bukan tidak mungkin Indonesia juga akan menjadi kutub baru dunia dalam hal produksi barang-barang yang bernilai tambah tinggi.

Banyak hal yang sudah dicapai dari 70 tahun hubungan Indonesia dan China. Namun, perjalanan belum selesai.

Ke depan, Indonesia masih bisa berharap banyak dari China. Di samping itu, China juga bisa mengandalkan Indonesia untuk saling menguatkan dalam konteks perdagangan dan partisipasi pada rantai produksi regional.

Sebagaimana pepatah barat mengatakan bahwa a friend in need is a friend indeed.


Terkini Lainnya

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

17 Agustus 2024, Paspor RI Ganti Warna

Nasional
Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Komisi VIII DPR Harap Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina

Nasional
PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

PAN Sebut Susunan Kabinet Prabowo Akan Dibahas Usai Gugatan di MK Selesai

Nasional
DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

DPR RI Resmi Sahkan RUU Desa Menjadi UU, Jabatan Kades Kini Jadi 8 Tahun

Nasional
Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Menko Polhukam Akan Bentuk Tim Tangani Kasus TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

PAN Yakin Prabowo-Gibran Bakal Bangun Kabinet Zaken

Nasional
Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com