JAKARTA, KOMPAS.com - Memberikan amplop berisi uang kepada penghulu seolah menjadi hal yang lumrah dalam kehidupan masyarakat Indonesia setiap berlangsungnya acara pernikahan.
Akan tetapi, tradisi itu tak berlaku bagi Budi Ali Hidayat yang sehari-hari bekerja sebagai penghulu di Kantor Urusan Agama kecamatan Cimahi Tengah.
Sebisa mungkin, ia menolak amplop yang diberikan keluarga mempelai. Apabila terpaksa menerima pun, ia langsung melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Banyak sekali ini pak, makanya saya sering lupa, makanya tahu-tahu di sini saja kita laporkan 88, oh banyak sekali ini," kata Budi dalam acara Apresiasi Pelaporan Gratifikasi Tahun 2020 yang diselenggarakan KPK, Selasa (8/12/2020).
Baca juga: Laporkan Gratifikasi, Pegawai KCI, Penghulu, dan Kadis Dapat Penghargaan dari KPK
Budi merupakan satu dari tiga orang yang mendapat penghargaan dari KPK karena dinilai telah menjadi contoh bagi masyarakat dalam melaporkan gratifikasi.
Budi mengakui, kebiasaan memberikan amplop oleh keluarga mempelai kepada para penghulu sudah membudaya.
Tak jarang, anggota keluarga mempelai nekat menaruh amplop di motor yang dikendarai Budi karena ia menolaknya.
"Ketika saya pernah nolak, eh tahu-tahunya itu amplopnya disimpan di motor pak, disimpan di motor. Ketika saya pulang, ada apa ini oh ternyata ada amplop, oh kayaknya (dari) yang tadi dinikahka," ujar Budi.
Ia juga mengaku tidak mudah untuk menolak pemberian amplop. Awalnya, ia pasti akan menolak secara halus agar sang pemberi tidak tersinggung.
"Saya bilangnya begini, 'Pak tolong ini saya sudah digaji oleh pemerintah dan tolong bapak jangan memberikan lagi kepada saya karena setoran ke negara Rp 600.000 itu ada uang pengembalian bagi penghulu itu Rp 250.000 pak, jadi bapak enggak usah kasih amplop lagi'," kata Budi.
Namun, tak jarang hal itu justru direspons oleh sang pemberi dengan galak.
"Sudah dikasih penjelasan begitu, eh tetap (dibilang) 'Bapak ini enggak menghargai saya'. (Amplopnya) sampai pak, dimasukin ke sini (kantong kemeja). Sudah katanya, 'Terima saja, Bapak menolak pemberian Allah'," tutur Budi.
Baca juga: Bawaslu Selidiki Video Timses Paslon Pilkada Bulukumba Bagi-bagi Amplop
Budi mengatakan, ia juga pernah mengalami dikejar-kejar oleh keluarga mempelai sampai ke rumahnya karena menolak amplop.
Dengan terpaksa, uang tersebut akhirnya diberikan kepada sang anak sedangkan Budi menyetor uang penggantinya ke KPK.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, kisah Budi tersebut harus menjadi contoh bagi masyarakat Indonesia.
Ia menilai, tradisi memberikan amplop bagi penghulu sudah menjadi praktik yang lumrah dilakukan oleh masyarakat.
"Kan sudah kebiasaan umum ini. Sudah nggak ada yang tanya lagi 'memang harus bayar atau enggak', sudah enggak, pokoknya kalau enggak bayar aneh," kata Pahala.
Baca juga: Survei TII: Praktik Gratifikasi Sudah Dianggap Lumrah
Ia pun mengapresiasi konsitensi Budi dalam melaporkan setiap gratifikasi yang ia terima.
"Bukan kita lihat jumlahnya, tapi kita bilang ini individu yang memegang teguh prinsip bahwa saya dibayar negara untuk melayani masyarakat," kata Pahala.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.