JAKARTA, KOMPAS.com - Pilkada Serentak 2020 di 270 wilayah tetap digelar dalam bayang-bayang pandemi Covid-19. Tak dipungkiri, hal itu mengubah tata cara pelaksanaan pesta demokrasi tersebut.
Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah potensi timbulnya kerumunan massa karena dapat menyebabkan terjadinya penularan Covid-19.
Polri yang dalam hal ini bertugas mengamankan jalannya pilkada ikut memberi atensi terhadap potensi kerumunan.
"Sudah ada jukrah (petunjuk dan arahan) kepada jajaran, baik melalui vicon (video conference) dan TR (telegram rahasia) dari Pak Kapolri untuk dipedomani dan dilaksanakan oleh jajaran,” kata Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komjen Agus Andrianto kepada Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).
Baca juga: Menakar Potensi Kemenangan Kerabat Pejabat Jelang Pilkada 2020...
Surat telegram Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis yang dimaksud bernomor ST/2607/IX/OPS.2./2020 tanggal 7 September 2020.
Surat itu berisi sejumlah perintah Kapolri kepada bawahannya dalam rangka mencegah klaster penularan Covid-19 dalam tahapan pilkada.
Pertama, para kapolda dan kapolres diminta berkoordinasi dengan instansi terkait. Kemudian, jajarannya diperintahkan memahami aturan KPU terkait penerapan protokol kesehatan.
Anggota kepolisian juga diminta menyosialisasikan protokol kesehatan secara masif, serta meningkatkan patroli siber.
Tak lama setelah itu, tertanggal 21 September 2020, Kapolri mengeluarkan maklumat nomor Mak/3/IX/2020 tentang Kepatuhan terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pilkada Tahun 2020.
Baca juga: Bawaslu: 1.420 TPS Penempatannya Tidak Sesuai Standar Protokol Kesehatan
Isinya, antara lain semua pihak yang terlibat dalam tahapan pilkada diwajibkan menerapkan protokol kesehatan, pembatasan jumlah massa sesuai aturan penyelenggara, serta membubarkan diri secara tertib setelah tahapan pilkada selesai.
Dalam menegakkan protokol kesehatan selama pilkada, aparat kepolisian juga mengacu pada aturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
“Penyelenggara pemilu juga sudah mengelarkan regulasi terkait hal tersebut, utamanya saat pelaksanaan tahap kampanye dengan pembatasan kegiatan dan jumlah massa yang hadir,” ujar Agus.
Baca juga: Pilkada Berpotensi Tingkatkan Kasus Covid-19, Satgas Minta Dijalankan Sesuai PKPU
Apabila langkah pencegahan sudah dilakukan, tetapi pelanggaran protokol kesehatan tetap terjadi, bagaimana penindakannya?
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo mengatakan, penindakan awalnya dilakukan oleh Bawaslu yang dimulai dengan peringatan tertulis hingga larangan kegiatan kampanye.
Listyo menuturkan, bila pelanggaran tetap terjadi, langkah selanjutnya adalah proses hukum.
"Apabila mereka tetap membandel, maka itu bisa dilaporkan kepada kepolisian untuk kemudian bisa ditegakkan dengan penegakan hukum," kata Listyo saat rapat dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), Kamis (3/12/2020).
Baca juga: Mendagri: Biarkan Kerumunan Sama Saja Biarkan Masyarakat Saling Bunuh
Jeratan hukum bagi pelanggar antara lain, Pasal 93 UU RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, serta pasal-pasal dalam KUHP apabila melawan petugas.
Dalam rapat tersebut, Listyo berpesan kepada anggota Sentra Gakkumdu agar menegakkan protokol kesehatan secara sungguh-sungguh.
"Di satu sisi penyelenggaraan pilkada khususnya di kegiatan pemungutan suara di tanggal 9 (Desember) nanti betul-betul bisa berjalan," ujarnya.
Baca juga: Jelang Pilkada 2020: Waspadai Kampanye Gelap dan Antisipasi Potensi Kerumunan saat Hari Pencoblosan
Selain masalah protokol kesehatan, pengamanan logistik pilkada hingga antisipasi konflik termasuk dalam tugas aparat kepolisian selama pilkada.
Jelang pemungutan suara pada 9 Desember mendatang, Polri memastikan pengamanan logistik pilkada akan dimaksimalkan.
"TNI-Polri juga stakeholder lainnya melakukan pengawalan ketat terkait logistik Pilkada," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya, Senin (7/12/2020).
Baca juga: TNI-Polri Bakal Kawal Ketat Logistik Pilkada 2020
Polisi bertugas mengamankan proses percetakan logistik hingga distribusi ke tempat pemungutan suara (TPS).
Untuk mengamankan gudang penyimpanan logistik pilkada yang berjumlah 178, polisi mengerahkan 1.586 personel.
Berdasarkan data Staf Operasi (Sops) Polri, kerawanan dalam tahapan produksi dan distribusi antara lain, percetakan dan distribusi yang terlambat, logistik dicuri/digandakan/dipalsukan/dibakar/dirusak, korupsi pengadaan, serta penyebaran Covid-19.
Maka dari itu, aparat melakukan deteksi dini, patroli, pengawalan, serta penindakan. Untuk mencegah penyebaran Covid-19, aparat juga memakai alat pelindung diri (APD).
Baca juga: Bawaslu: Masih Ada 47 Kabupaten/Kota yang Bermasalah Soal Distribusi Logistik Pilkada
Usai proses produksi logistik, tibalah hari pemungutan suara. Masyarakat akan menggunakan hak pilihnya di TPS yang juga membutuhkan pengamanan dari kepolisian.
"Selain itu, pengamanan juga dimaksimalkan khususnya di TPS yang dikategorikan aman, rawan dan sangat rawan," tutur Argo.
Untuk masing-masing kategori TPS akan dijaga oleh personel dengan jumlah yang berbeda. Misalnya, setiap 10 TPS kategori aman akan dijaga dua polisi.
Kemudian, dua polisi akan menjaga tiap dua TPS berkategori rawan. Untuk masing-masing TPS berkategori sangat rawan dan TPS kategori khusus akan dijaga oleh dua polisi.
Baca juga: Mendagri Minta TNI dan Polri Kerja Sama dalam Pengamanan Pilkada
Secara keseluruhan, khusus untuk mengamankan tahapan pemungutan suara, Polri mengerahkan 145.189 personel.
Dari hasil kajian Polri, keseluruhan sembilan provinsi yang menggelar pilkada masuk kategori kurang rawan.
Sementara, dari total 224 kabupaten yang melakukan pilkada, 35 kabupaten termasuk kategori rawan dan sisanya sebanyak 189 kabupaten termasuk kurang rawan.
Diketahui, Pilkada 2020 juga akan digelar di 37 kota. Dari jumlah tersebut, tiga kota termasuk rawan dan 34 kota lainnya kategori kurang rawan.
Pengukuran itu dilakukan dengan acuan 5 dimensi yang terdiri dari penyelenggara, peserta, partisipasi masyarakat, potensi gangguan kamtibmas, dan ambang gangguan. Lima dimensi itu diturunkan lagi menjadi 17 variabel dan 118 indikator.
Baca juga: Menaker: Pekerja Libur pada 9 Desember meski Daerahnya Tak Laksanakan Pilkada
Bagi daerah-daerah yang dianggap rawan atau berpotensi muncul konflik, aparat kepolisian mempertebal pengamanan.
Penambahan pasukan dikirim ke sejumlah daerah yang menjadi perhatian dengan total 3.100 personel Brimob Nusantara disebar ke delapan wilayah.
Rinciannya, Polda Jambi (400), Polda Kepulauan Riau (200), Polda Kalimantan Utara (200), Polda Sulawesi Selatan (500), Polda Sulawesi Tengah (400), Polda Sulawesi Tenggara (300), Polda Papua Barat (500), dan Polda Papua (600).
Kabaharkam pun memastikan analisa intelijen serta data indeks kerawanan pemilu (IKP) telah disampaikan ke jajarannya yang melakukan pengamanan.
"Daerah rawan sudah dimonitor dan dilakukan antisipasi oleh wilayah. Intinya para kapolda melakukan langkah-langkah pengamanan bersama unsur TNI yang ada di daerah penyelenggaraan pilkada," ucap Komjen Agus Andrianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.