JAKARTA, KOMPAS.com - Andi Irfan Jaya mengaku tidak pernah dititipi uang untuk diberikan kepada orang lain.
Hal itu disampaikan Andi saat bersaksi untuk terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12/2020).
"Tidak pernah dititipi uang dan ibu Anita (Kolopaking, mantan pengacara Djoko Tjandra) juga tidak pernah minta ke saya untuk dititipkan fee," kata Andi saat sidang seperti dikutip dari Antara.
Padahal, Andi yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini sebelumnya didakwa sebagai perantara suap dari narapidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, kepada Pinangki.
Baca juga: Andi Irfan Jaya Akui Buang Ponselnya yang Berisi Foto dengan Djoko Tjandra ke Laut
Dalam dakwaan, Djoko Tjandra memerintahkan adik iparnya, almarhum Herriyadi Angga Kusuma, untuk memberikan uang 500.000 dollar Amerika Serikat kepada Andi di sekitar mal Senayan City, Jakarta, pada 26 November 2019. Uang itu yang kemudian diduga diberikan kepada Pinangki.
Adapun satu hari sebelumnya, 25 November 2019, Andi, Pinangki, serta advokat Anita Kolopaking bertemu Djoko Tjandra di gedung The Exchange 106 Kuala Lumpur, Malaysia.
Menurut surat dakwaan, Pinangki dan Andi Irfan menyerahkan proposal action plan kepada Djoko Tjandra dalam pertemuan tersebut.
Action plan tersebut berisikan 10 langkah terdiri dari berbagai upaya mendapatkan fatwa MA, hingga akhirnya Djoko Tjandra pulang ke Tanah Air.
Namun, Andi membantah telah menyusun proposal action plan tersebut.
Baca juga: Saksi Anggap Jaksa Pinangki Dekat dengan Djoko Tjandra, Ini Alasannya
"Saya sama sekali tidak pernah mengirim 'action plan' ke Pak Djoko Tjandra, saya baru tahu 'action plan' setelah diperiksa di Kejaksaan, ditunjukkan 'print out'," ungkap Andi.
Menurut Andi, dalam pertemuan pada 25 November 2019 itu, Djoko Tjandra menceritakan pengalaman membangun gedung The Exhange 106, perihal swasembada pangan di Papua, hingga persoalan minyak dan power plant.
"Saya pikir bicara 'power plant' tapi saya tidak ingat sesuatu spesifik saya pikir kaitannya dengan minyak, jadi soal 'action plan' saya tidak tahu siapa yang bikin," ujarnya.
Andi juga mengaku tidak mendengar pembicaraan soal masalah hukum saat makan malam pada 25 November 2019 dan sarapan pagi saat 26 November 2019 bersama Pinangki, Anita, dan Djoko Tjandra.
Dalam sidang yang sama, Andi sekaligus mengaku keberatan dengan penggunaan namanya di surat kuasa jual yang dibuat oleh Anita.
Adapun surat kuasa jual itu merupakan jaminan bila kesepakatan pembayaran 10 juta dollar AS dan uang muka yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak dibayar.
"Saya keberatan dengan pencantuman nama saya di surat kuasa jual dan Pak Jochan malah marah-marah ke saya jadi saya tutup teleponnya," tutur Andi.
Baca juga: Biaya Sewa Apartemen Jaksa Pinangki Disebut Capai Rp 882 Juta Per Tahun
Dalam kasus ini, Pinangki didakwa menerima uang 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra, melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) serta pemufakatan jahat.
Uang suap itu diduga terkait kepengurusan fatwa di MA.
Fatwa menjadi upaya Djoko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali sehingga dapat kembali ke Indonesia tanpa menjalani vonis dua tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.