JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi seolah bangun dari tidurnya.
Setelah "libur" melakukan operasi tangkap tangan (OTT) selama lebih dari empat bulan sejak Juli 2020, KPK kembali menggelar OTT pada 25 November 2020.
Tak tanggung-tanggung, KPK menggelar empat OTT dalam kurun waktu Rabu (25/11/2020) sampai dengan Sabtu (5/12/2020).
Ini menjelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada Rabu (9/12/2020).
Pihak-pihak yang ditangkap pun terbilang kelas kakap, yakni dua orang menteri dan dua orang kepala daerah.
Baca juga: Kasus Suap Bansos Covid-19, KPK Segel Lima Lokasi
Berikut pejabat yang ditangkap KPK dalam 10 hari terakhir:
1. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap KPK di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (25/11/2020) setibanya ia dari kunjungan kerja di Honolulu, Amerika Serikat.
KPK pun menetapkan Edhy sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin ekspor bibit lobster.
Edhy diduga menerima uang hasil suap tersebut sebesar Rp 3,4 miliar melalui PT Aero Citra Kargo dan 100.000 dollar AS dari Direktur PT Dua Putra perkasa (PT DPP) Suharjito.
Baca juga: Penjelasan Danny Pomanto soal Rekaman Suara Tuding JK di Balik Penangkapan Edhy Prabowo
Uang tersebut salah satunya dari PT DPP yang mentransfer uang Rp 731.573.564 agar memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster.
2. Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna
Dua hari setelah menangkap Edhy, KPK menangkap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dalam operasi tangkap tangan, Jumat (27/11/2020).
Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin pembangunan penambahan Gedung Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi.
Baca juga: Geledah 4 Lokasi, KPK Amankan Catatan Penerimaan Suap Wali Kota Cimahi
Ia diduga meminta uang Rp 3,2 miliar kepada pemilik sekaligus RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan untuk mengurus izin tersebut.
KPK menduga Ajay telah menerima Rp 1,661 miliar dari uang Rp 3,2 miliar yang dijanjikan sebelumnya.
Hampir sepekan berselang, KPK menangkap Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo, Kamis (3/12/2020).
Wenny diduga menerima suap dari sejumlah rekanan proyek di Banggai Laut yang jumlahnya telah melebihi Rp 1 miliar selama September-November 2020.
Suap itu diberikan setelah Wenny membuat kesepakatan dengan apra rekanan serta mengondisikan pelelangan proyek infrastruktur di Banggai Laut.
Baca juga: Tersangka Kasus Suap, Bupati Banggai Laut Punya Kekayaan Rp 5,4 Miliar
Uang suap yang diterima oleh Wenny itu diduga akan digunakan untuk kepentingan kampanye dan serangan fajar karena Wenny kini berstatus sebagai calon Bupati Banggai Laut.
4. Menteri Sosial Juliari Batubara
Sehari setelah menangkap Wenny, KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Jumat (4/12/2020) malam hingga Sabtu (5/12/2020) dini hari terhadap pejabat Kementerian Sosial.
KPK kemudian menetapkan Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial Covid-19.
Ia diduga menerima Rp 17 miliar yang merupakan fee dari perusahaan rekanan proyek pengadaan dan penyaluran bantuan sosial Covid-19.
KPK menyebut, fee yang dipatok untuk disetorkan rekanan kepada Kementerian Sosial sebesar Rp 10.000 dari nilari Rp 300.000 per paket bantuan sosial.
Baca juga: Sebelum Jadi Tersangka, Mensos Juliari Bertemu Pimpinan KPK Bahas Pencegahan Korupsi Bansos
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Juliari kemudian menyerahkan diri ke KPK pada Minggu (6/12/2020) dini hari dan mulai ditahan pada sore harinya.
Apresiasi
Kembali bergeliatnya operasi tangkap tangan oleh KPK dalam 10 hari terakhir memperoleh apresiasi dari kalangan pegiat antikorupsi.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, empat OTT tersebut menunjukkan KPK masih memiliki taring di tengah keterbatasan akibat revisi UU KPK.
Zaenur menuturkan, dengan revisi UU KPK tersebut, sejumlah kewenangan KPK menjadi terbatas, termasuk dalam hal penyadapan.
"Khususnya kepada pegawainya, di tengah-tengah kewenangannya yang sudah sangat minim dengan dipretelinya kewenangan melalui revisi undang-undang KPK Nomor 19 Tahun 2019, ini merupakan prestasi yang harus diapresiasi dari pegawai KPK," kata Zaenur.
Baca juga: KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Mensos Juliari Batubara Sejak Juli 2020
Kendati jumlah OTT yang dilakukan menurun drastis bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, menurut Zaenur, empat OTT pada akhir-akhir ini menunjukkan KPK masih punya harapan.
"Ini mengembalikan spirit juang bagi teman-teman di internal KPK dan memberikan sedikit harapan bahwa KPK ini masih memiliki napas juang untuk membasmi korupsi di Indonesia," kata dia.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana juga memberi apresiasi kepada KPK yang dapat bekerja di tengah himpitan langkah penindakan akibat revisi UU KPK.
Namun, ia berpendapat, empat OTT tersebut tidak dapat menjadi alasan bahwa revisi UU KPK memperkuat KPK.
Baca juga: KPK Tangkap Menteri hingga Kepala Daerah, ICW Berharap Seluruh Pimpinan Beri Dukungan
Menurut dia, revisi UU KPK tetap telah melemahkan KPK dengan adanya ketentuan izin penggeledahan, penyitaan, dan penyadapan yang harus seizin Dewan Pengawas, serta kemungkinan KPK menghentikan penanganan perkara dengan menerbitkan SP3.
"Intinya, seluruh aspek penindakan yang disinggung dalam UU KPK baru secara terang benderang menyulitkan langkah pegawai KPK," ujar Kurnia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.