JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami soal tuntutan pidana mati dalam kasus dugaan korupsi terkait penyaluran Bantuan Sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.
Juliari ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap bansos penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Ia diduga menerima suap sebesar Rp 17 miliar dari perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya akan mendalami soal penerapan pidana mati dalam kasus tersebut.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, Mensos Juliari Batubara Ditahan KPK
"Kita juga paham pandemi Covid-19 ini telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana nonalam. Sehingga kami tidak berhenti sampai di sini," ujar Firli dalam konferensi pers secara daring pada Minggu (6/12/2020).
"Tentu kami akan bekerja berdasarkan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tersebut," tutur dia.
Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur soal kemungkinan penerapan pidana mati terhadap kasus korupsi dalam keadaan tertentu.
Frasa keadaan tertentu dalam pasal tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku korupsi yang dilakukan dalam keadaan bahaya sesuai undang-undang yang berlaku, saat bencana alam nasional dan sebagai pengulangan tindak pidana korupsi.
Kemudian, korupsi yang dilakukan saat negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Adapun, Presiden Joko Widodo telah menetapkan masa pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam melalui penerbitan Keppres Nomor 12 tahun 2020.
Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19: Mensos Juliari Diduga Terima Rp 17 Miliar hingga Bukti Uang dalam Koper
Terkait pidana mati, Firli pernah mengingatkan bahwa pejabat yang mengkorupsi anggaran bencana dapat dikenakan ancamanhukuman mati.
Peringatan itu ia lontarkan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 29 April.
"Bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, yaitu menegakkan hukum tuntutan pidana mati," kata Firli.
Firli menuturkan, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Jenderal polisi bintang tiga itu menyatakan, KPK akan bertindak tegas dan keras terhadap pelaku tindak pidana korupsi, khususnya dalam situasi wabah Covid-19.
Baca juga: Diduga Terima Suap Bansos Covid-19 Rp 17 Miliar, Ini Harta Kekayaan Mensos Juliari Batubara
"KPK tetap akan bertindak tegas dan sangat keras kepada para pelaku korupsi, terutama dalam keadaan penggunaan anggaran penanganan bencana," ucapnya.
"Kenapa? Karena salus populi suprema lex esto, keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi," ujar Firli.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.